Soreang-Bandung (Pendis) - Fenomena menarik beberapa tahun terakhir ini adalah maraknya lembaga tahfidz al Qur`an berdiri. "Menghafal al Qur`an sangat dianjurkan oleh Rasulullah, namun hemat kami, sebelum menghafal al Qur`an, pelajari dulu kitab-kitab yang ada di pondok pesantren seperti nahwu, sharaf, dst. Jangan sampai ketika hafal al Qur`an, berbagai ilmu yang ada di pondok pesantren dilalaikan, istighol," kata Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum, pada Puncak Festival Pendidikan al Qur`an yang digelar di Gedung Moh. Toha, Komplek Pemerintahan Daerah Soreang, Bandung (21/10/2018).
Dihadapan ratusan santri pendidikan al Qur`an dari daerah Bandung dan sekitarnya tersebut, Wagub yang biasa disapa "Kang Uu" ini, mengatakan bahwa seluruh kebijakan dan kebijaksanaan bersumber kepada al Qur`an. Dan untuk memahami al Qur`an tersebut, maka harus paham terlebih dahulu dengan isi dan kadndungan al Qur`an. "Memahami al Qur`an, tidak cukup dengan qira`at, membaca, dan di-tahfidz saja. Memahami al Qur`an harus belajar 12 fan (cabang, red) ilmu pesantren yang bersumber juga pada al Qur`an," kata Kang Uu, alumnus pondok Pesantren Miftahul Huda-Tasikmalaya yang didirikan kakeknya.
Definisi Santri
Berkaitan dengan Hari Santri yang jatuh pada tanggal 22 Oktober ini, lanjut sarjana ekonmi Universitas Siliwangi ini mengatakan, menurut kakeknya, kata SANTRI terdiri atas dua kata `Sun`dan `Tri` yang artinya adalah tiga matahari. "Tiga matahari tersebut artinya, santri harus memiliki tiga ilmu; tauhid, Fiqh dan Tasawuf. Jangan disebut santri kalau tidak paham dengan ketiga ilmu tersebut," tegas Uu yang waktu SMP-nya sering dihukum karena memakai celana panjang di sekolah "umum" ini.
Menurut kajian Kang Uu dari pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda, ketiga ilmu tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut; Ilmu tauhid adalah tentang keeesaan Allah, ilmu mengenai keimanan, langgeng dan tidaknya masuk atau neraka tergantung ketauhidannya. Orang bertauhid disebut juga orang mukmin. Sedangkan ilmu fiqh adalah tentang muamalah. Orang yang melaksanakan ilmu fiqh disebut orang muslim. Dan ilmu tasawuf adalah tentang keikhlasan dalam melaksanakan seluruh tindakan, sedangkan orang yang melaksanakan ilmu tasawuf adalah muhsin. "Oleh karena itu santri harus memiliki Islam, Iman dan Tasawuf," tegas mantan Ketua DPRD dan dua kali menjadi Bupati Tasikmalaya ini.
Dahulu, kata Kang Uu, santri dimarginalkan dan disisihkan, namun sekarang santri justru semakin dihargai dengan adanya Hari Santri. "Sekarang santri salafiyah sudah diakui dengan adanya muadalah dimana ijazah, syahadahnya diakui sebagai sarjana S1," ucapnya.
Namun, cetus Wakil Gubernur Jawa Barat yang akan bertugas 5 tahun mendatang, penghargaan terhadap santri tidaklah cukup sebagaimana sekarang. "Pondok pesantren butuh operasional dan anggaran. Program kesehatan dan pendidikan misalnya, sarana prasarananya selalu terpenuhi dengan maksimal. Namun kenapa dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan bagi masyarakat dalam rangka pembanguan manusia indonesia seutuhnya yang diperankan oleh para kyai dan ulama, belum ada nomenklaturnya dalam struktur APBN," ungkap Kang Uu yang pernah mengenyam di madrasah ibtidaiyah ini.
Pada Puncal Festival Pendidikan al Qur`an ini, ikut memberikan sambutan Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Ahmad Zayadi) dan Asisten Perekonomian dan Kesejahteraan Kabupaten Bandung (Marwan). Sedangkan Direktur Pendidikan Agama Islam (Rahmat Mulyana), Kepala Bagian Tata Usaha Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Jawa Barat (Ahmad Handiman Romdony), Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bandung (Dah Saefullah), Ketua Majlis Ulama Kabupaten Bandung (Yayan Hasuna Hudaya), dan Kepala Sub Direktorat Pendidikan al Qur`an (Syafiuddin) yang sekaligus leading sector penyelenggara Festival Pendidikan al Qur`an beserta jajarannya, terlihat pada kursi depan kegiatan ini.
(@viva_tnu/ra)
Bagikan: