Jakarta (Pendis) - Perjuangan para Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dalam Program Visiting GPAI di daerah terpencil, terluar dan terdalam (3T) sangat luar biasa. Selain mendapatkan pengalaman-pengalaman menarik dan menyentuh, para guru yang dikirim oleh Direktorat PAI (Dit. PAI) melalui program visiting ini bisa menjadi contoh atau role model para guru PAI lainnya tentang upaya mereka menggerakan semangat GPAI di daerah tersebut untuk bangkit dari "kekurang kreatifan" dalam mengajar. Keterbatasan fasilitas bukan menjadi kendala pokok dalam menemukan inovasi-inovasi baru dalam mengajar. Karena yang penting adalah para GPAI bisa menemukan ruh kreativitas saat di kelas.
Dit. PAI menurut rencana akan membukukan kisah dan pengalaman luar biasa para GPAI yang tergabung dalam Tim Visiting ini dalam sebuah buku. Buku ini akan menjadi kenangan menarik dan sumber bacaan bermutu karena berisikan pengalaman dan fakta di lapangan khususnya gambaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di daerah-daerah khusus tersebut.
Demikian disampaikan oleh Dr. Amin Haedari, Direktur PAI di Jakarta (03/11/15) saat menerima kembali para Tim Visiting GPAI SD setelah seminggu dari tanggal 28 Oktober-2 November 2015 bertugas di 25 Kabupaten Kota di Indonesia dengan berbagai lika-liku pengalaman yang mereka temukan. Baik pengalaman dari mulai menjangkau daerah tersebut hingga pengalaman menaklukan berbagai kendala-kendala strategis dalam berbagi dengan GPAI di daerah setempat melalui kegiatan mengajar, pelatihan atau workshop-workshop singkat yang mereka selenggarakan.
Dalam paparan evaluasinya di depan Direktur PAI tersebut para Tim Visiting antusias menyampaikan pengalamannya. Misalnya GPAI yang dikirim ke Kabupaten Moratai, Maluku Utara mereka harus menempuh perjalanan kurang lebih 15 jam dari Jakarta untuk sampai ke sana dengan pesawat terbang dan kapal laut. Belum lagi tantangan fisik seperti kabut asap di Kab. Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, ketiadaan sarana air yang memadai sehingga harus mandi di tengah hutan seperti di Kab. Lingga, Kepulauan Riau atau krisis listrik dan sinyal baik seluler maupun internet yang menyebabkan mereka sulit melakukan komunikasi seperti di Kab. Donggala, Sulawesi Tengah. Namun di Kab. Nunukan, Kalimantan Timur yang merupakan salah satu wilayah perbatasan dengan Malaysia, Tim Visiting di sana juga dibuat terharu bagaimana para anak didik, putra-putri Indonesia justru memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan membanggakan. Selain mengajar mereka juga didapuk sebagai pembina upacara untuk menguatkan mental para anak didik di daerah perbatasan.
(wikan/dod)
Bagikan: