Ditjen Pendis Perkuat Pendidikan Karakter, Deradikalisasi dan Moderasi PAI

Selasa, 16 Juli 2019 21:56 WIB
Pendis

Ditjen Pendis Perkuat Pendidikan Karakter, Deradikalisasi dan Moderasi PAI

Bandung (Pendis) - Direktorat Pendidikan Agama Islam (Dit. PAI), Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama RI sedang giat-giatnya menggalakan program menangkal radikalisme di kalangan pelajar yang akhir-akhir ini kian mengkhawatirkan dan sudah berada di titik nadir (indikasi--ciri--tanda-tanda--fakta) meresahkan di lingkungan sekolah, keluarga dan sosial.

Dalam upaya "save the student", Dit. PAI melalui Subdit PAI pada SMP/SMPLB menggelar kegiatan Penguatan Pendidikan Karakter, Deradikalisasi dan Moderasi PAI SMP (Angkatan II) diikuti oleh 60 (enam puluh) orang Instruktur Nasional, GPAI dan Pengawas PAI yang diselenggarakan di Hotel Cipaku Garden Ledeng Bandung tanggal 11-13 Juli 2019. Keenam puluh peserta tersebut utusan dari kota dan kabupaten diprovinsi Aceh, Sumbar, Sumut, Sulsel Riau, Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, DIY, Kalbar, Kalsel, Kalteng, Sulteng, Sulsel, Sultra, NTB dan NTT.

Dalam kesempatan ini Direktur PAI, Dr. H. Rohmat Mulyana Sapdi, M.Pd menyampaikan arahan kepada guru-guru PAI, "Bila karakter yang akan dijalankan di sekolah untuk peserta didik maka harus dibangun dengan 5 (lima) keterpaduan yaitu, Keterpaduan Pengetahuan, Keterpaduan Spiritual-Emosional, Keterpaduan Kurikulum, Keterpaduan Nilai (Pembiasaan), Keterpaduan Anggaran".

Terkait dengan keterpaduan anggaran Rohmat menegaskan, pembiasaan karakter tidak akan berkesinambungan dan tidak akan bertahan lama apabila semua pihak berparadigma bahwa pelaksanaan penguatan pendidikan karakter, deradikalisasi, dan moderasi hanya berpikir proyek bukan program. Karena proyek sudah terpola di tengah-tengah masyarakat akan menggelontorkan anggaran yang besar dan itu menjadi lahan berebutnya kepentingan. Namun, bila paradigma program dikedepankan maka ada anggaran atau tidak ada anggaran pelaksanaan penguatan karakter akan berjalan secara kontinyu.

Dalam upaya membentuk karakter tersebut harus memadukan dua kutub, yaitu guru harus memberikan wawasan pengetahuan, dan kedewasaan berpikir intelektual kekayaan mental anak. Oleh karenanya Guru PAI bertugas mendidik karakter itu. Siapa dulu yang harus punya nilai? Seharusnya guru terlebih dulu, baru kemudian memberikan teladan pada siswa.

Belakang ini sedang ramai `mengungkit` PAI untuk ditiadakan menjadi mata pelajaran di sekolah. "Bukan hal yang sederhana, PAI sudah dipayungi oleh regulasi yang sah (UUD, UU, PP, PMA, Permen). Kalau PAI ditiadakan maka negara kita akan menjadi negara sekuler. GPAI lakukan konter narasi dan konter opini, banyak yang mengggap PAI kurang berhasil dalam budi pekerti, sebenarnya bukan kurang berhasil tapi belum optimal terpenuhi, karena terkait dengan jumlah jam pelajaran," tandas Rohmat. (Yoni Haris/dod) (docfoto: Yoni Haris)


Tags:

Bagikan: