Bekasi (Pendis) - Direktur Pendidikan Agama Islam (PAI), Rohmat Mulyana, menyampaikan bahwa untuk mengendalikan tumbuhkembangnya radikalisme di kalangan siswa, Direktorat PAI menggunakan strategi berlapis. Hal itu disampaikan di hadapan para Kepala Bidang dan Kepala Seksi PAI/PAKIS Kantor Wilayah Provinsi se-Indonesia dalam Rapat Koordinasi Nasional Direktorat Pendidikan Agama Islam, Rabu s/d. Kamis, 6 s/d. 8 Februari 2019 di Bekasi, Jawa Barat.
Ia menyampaikan pentingnya sinkronisasi program-program PAI yang ada di pusat dan daerah, sehingga bisa kompak dalam pelaksanaan program-programnya termasuk yang berkenaan dengan penanggulangan radikalisme.
Rohmat menyampaikan keprihatinan berkenaan dengan radikalisme tersebut terutama ketika menjangkau lingkungan sekolah. "Berbagai hasil penelitian menunjukkan hasil yang mapan tentang fenomena radikalisme ini," ujarnya menegaskan. Untuk itu, ia juga meneguhkan bahwa Kementerian Agama melakukan beberapa langkah strategi untuk mengurangi dampak negatif radikalisme tersebut.
Pertama, membuat narasi counter wacana radikalisme melalui berbagai media termasuk media sosial seperti instagram, web official http://pai.kemenag.go.id, twitter dan jaringan media lainnya.
Kedua, penguatan wawasan moderasi beragama melalui penguatan pendidikan karakter (PPK) dan juga penguatan wawasan keagamaan melalui pesantren kilat. Program serupa diperuntukkan juga untuk mahasiswa.
Ketiga, review kurikulum dan mencermati buku pokok PAI dari kelas I s.d. XII. Buku tersebut dicermati agar tidak bersih dari unsur-unsur yang kontroversial termasuk dari hal-hal yang dapat memancing radikalisme. Bahkan, Direktorat PAI sudah menerbitkan buku pendamping yang diberi judul Pendidikan Agama Islam berbasis Rahmatan lil`alamin.
Keempat, membangun kemitraan dengan fakultas Tarbiyah untuk menyelenggarakan laboratorium pembelajaran PAI berbasis nilai-nilai moderasi Islam. Hal ini dimaksudkan agar para dosen pada fakultas tersebut memiliki pengalaman empiris bagaimana mengajarkan kepada siswa tentang penerimaan atas perbedaan, multikulturalisme dan budaya toleran. Di samping itu, diharapkan dapat mengembangkan model pembelajaran yang efektif dalam menanamkan budaya menghargai perbedaan, menghormati pemeluk agama lain dan sebagainya.
Kelima, bantuan insentif pembinaan daerah perbatasan, yang disingkat dengan BINA KAWASAN, Program ini juga didesain untuk membentengi siswa-siswa dan masyarakat di daerah perbatasan dari disrupsi informasi. Para pendidik yang ditugaskan untuk memberikan bekal agar masyarakat dapat berpikir kritis dalam merespon informasi yang tanpa batas ini.
Keenam, teacher exchange (guru kunjung), yakni guru-guru terbaik ditugaskan dalam waktu tertentu di daerah-daerah tertentu untuk mentransformasikan pengetahuannya ke sekolah-sekolah yang dipandang masih perlu pendampingan.
Ketujuh, peningkatan kompetensi pendidik melalui Program Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan. Dalam PPKB diselipkan muatan-muatan diseminasi moderasi dengan mengalokasikan 2-3 JPL.
Kedelapan, mengoptimalkan program peningkatan kemampuan baca tulis Al-Quran dengan sasaran setiap tahunnya mencapai 5000 siswa. BTQ menjadi tagihan rutin tahunan, sehingga para siswa diharapkan mendapatkan pembelajaran agama yang benar langsung dari pendidiknya.
Kesembilan, Sertifikasi melalui jalur Pendidikan Profesi. Dengan model pendidikan selama hampir 6 (enam) bulan, para pendidik melakukan recharging kompetensi termasuk kompetensi profesionalnya. Wawasan keagamaan yang mendalam akan dapat meminimalisir potensi intoleran seorang pendidik.
Dalam kegiatan ini, juga dihadirkan pula Bahrul Hayat, Ph.D; Dr. Hadiat, MA; Santi Ambarukmi, Ph.D, dan narasumber lain untuk memperkokoh aspek dan bidang masing-masing program strategis di atas. Program-program tersebut adalah program strategis yang akan dilakukan oleh pusat dan juga ditindaklanjuti oleh daerah. (n15/dod)
Bagikan: