Bandung (Pendis) - Peran Guru PAI pada Sekolah Luar Biasa (SLB) tentu saja luar biasa pentingnya dalam pengembangan pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Mereka tidak hanya mendidik namun mendampingi sekaligus motivator para siswa ABK. Pengembangan Religious Culture atau budaya beragama di lingkungan sekolah tidak hanya menjadi harapan Direktorat PAI terhadap sekolah-sekolah umum, namun juga di lingkungan SLB. Di SLB mengharuskan para guru membuat formulasi yang sesuai dengan kekhususan para siswanya.
Dr. Amin Haedari, M.Pd selaku Direktur PAI menjelaskan di hadapan Guru PAI SDLB yang mengikuti kegiatan Peningkatan Kompetensi GPAI SDLB Angkatan 2 di Bandung, 9 s/d 11 Desember 2015 bahwasanya Dit.PAI tetap memiliki visi dan misi pengembangan SLB. Seperti halnya motto pendidikan Inklusif bahwa Education for All, pendidikan untuk semua, maka Dit.PAI menegaskan semua pihak dalam pendidikan akan mendapat porsi yang sama terkait juga dalam hal pengembangan pembelajaran. Guru PAI SDLB, sama seperti juga guru pada umumnya harus memiliki 4 kompetensi penting ditambah 2 kompetensi fardhu `ain dari Kementerian Agama yakni leadership dan spiritual.
Dalam kaitannya dengan pengembangan kompetensi spiritual para GPAI SDLB harus memiliki kedekatan atau chemistry yang kuat dengan peserta didik. Salah seorang narasumber yang juga dosen psikologi UNJ, Iriani Indri Hapsari, M.Psi menyampaikan anak-anak berkebutuhan khusus yang memiliki kesulitan-kesulitan dalam belajar baik menulis, membaca maupun menghitung bahkan kesulitan dalam konsentrasi perlu diterapkan adanya psikoterapi. Psikoterapi lebih membutuhkan waktu yang lama dan konsisten ketimbang konseling, karena dalam psikoterapi ada unsur penyembuhan. Psikoterapi religious dapat diterapkan oleh para GPAI SLB dalam kaitannya mengatasi kesulitan mereka dalam belajar. Dalam psikoterapi religius agama menjadi sumber utama dalam merubah seseorang tak terkecuali ABK. Dengan nilai-nilai keagamaan diharapkan mampu menyelesaikan konflik pribadinya. Komunikasi dua arah antara guru dan siswa ABK tetap menjadi unsur yang paling penting, ujarnya.
(wikan/dod)
Bagikan: