Bogor (Pendis) - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati, dalam telaahnya terhadap Draft Buku Teks PAI dan Budi Pekerti Kelas 3 dan 4 SD mengatakan, bahwa KPAI memiliki prinsip-prinsip dalam konteks perlindungan anak sesuai amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2104. Hal ini disampaikannya dalam kegiatan Sosialisasi dan Uji Publik Buku Teks Siswa dan Pedoman Guru PAI Angkatan 2 di Hotel Zest Bogor, Jawa Barat (Kamis, 19/12).
"Pertama saya harus menyampaikan bahwa kami KPAI adalah terjemah dari UU No. 35/2104 tentang Perlindungan Anak. Bahwa ada prinsip-prinsip, pertama non diskriminasi. Bagaimana PAI tidak memunculkan diskriminasi baik antar kelompok di dalam Islam itu sendiri, ada yg berjilbab dan masih ada yang tidak. Namun, bagaimana anak-anak bisa menginternalisasi pesan-pesan yang ada di buku ini secara sama, tanpa ada diskriminasi," ungkapnya.
Persoalan lain yang ia kritisi adalah bagaimana Buku PAI mampu menangkal gejala kekerasan, intoleransi, dan eksklusivitas.
"Berikutnya adalah masalah kekerasan, yakni kekerasan fisik. Data di KPAI, anak-anak Indonesia hari ini menjadi pelaku kekerasan antara satu dengan lainnya, ini menjadi problemitas kita. Bahkan data di kami, anak berhadapan dengan hukum pertama karena melakukan kekerasan seksual, dan kedua anak-anak yang melakukan kekerasan fisik. Kalau bicara korban tentu lebih banyak lagi, tapi di sini kita berbicara pelaku, jadi anak mampu melakukan kekerasan," terang Ai.
Ai berharap agar konten Buku PAI tidak terlalu gamblang dalam memvisualisasikan bentuk-bentuk kekerasan, meskipun hal tersebut merupakan bagian dari muatan kurikulum yang harus diajarkan.
"Kekerasan ini kan mereka tidak langsung melakukan sesuatu yang besar. Jadi bagaimana ketika anak dalam mencerna sebuah pesan atau teks, saya kira perlu sekali bagaimana Buku PAI ini mampu men-drive, men-guide anak-anak ini supaya terhindar dari problem kekerasan," jelasnya.
Ai memberikan contoh bagaimana visualisasi Nabi Yusuf as. ketika dibuang ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya. Ai menilai bahwa visualisasinya tidak harus seperti itu (dibuang ke sumur). Buku PAI perlu mencari visualisasi lain yang tidak menonjolkan unsur-unsur kekerasan.
"Ada kisahnya Nabi Yusuf yang gambarnya menunjukkan keluarganya memasukkannya ke dalam sumur. Saya kira carilah visualisasi lain yang tidak memperlihatkan seperti itu. Kita melihat Buku PAI ini kan akan relevan di berbagai belahan kita di Nusantara. Itu ada SD-SD yang masih memiliki sumur, yang tidak seperti sekolah-sekolah di Jakarta. Jadi saya kira itu dihilangkan saja, mari kita lebih progresif lagi dalam membahasakan konten," tukasnya.
Kegiatan Sosialisasi dan Uji Publik Buku Teks Siswa dan Pedoman Guru PAI Angkatan 2 berlangsung selama 3 hari, dari tanggal 18 s.d. 20 Desember 2108. Kegiatan dibuka oleh Direktur PAI Rohmat Mulyana Sapdi dan ditutup oleh Kasubdit PAI pada SMA/SMALB dan SMK, Unang Rahmat. Kegiatan diikuti oleh 34 orang peserta dari unsur Guru PAI SD, SMP, dan SMA/SMK meliputi wilayah Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. (apri/dod)
Bagikan: