Moderasi Itu Merekonsiliasi Antara Teks Dengan Fakta

Rabu, 7 Agustus 2019 23:18 WIB
Pendis

Moderasi Itu Merekonsiliasi Antara Teks Dengan Fakta

Pekanbaru (Pendis) - Itulah salah satu ciri seseorang yang mampu berpikir moderat sebagaimana disampaikan Yusuf Hanafi, cendikiawan muslim dari Univeritas Negeri Malang. Pendapat tersebut diungkapkan dalam rangka mensikapi banyaknya tantangan dalam memahami doktrin-doktrin agama yang secara tekstual sering bertentangan dengan fakta, bahkan kadang bertentangan dengan ilmu pengetahuan.

Contoh yang dikemukakan adalah fenomena pernikahan Rasulullah Saw dengan Aisyah r.a. Jika dilihat secara tekstual, pernikahan Rasul Saw dengan Aisyah adalah pernikahan di bawah umur (nikah al-shaghir). "Itu adalah fakta sejarah. Padahal pernikahan di bawah umur dalam ilmu kesehatan memberikan sumbangsih angka kematian yang tinggi dan bukan pernikahan yang sehat," jelas Yusuf menerangkan. "Fakta di zaman Rasul dan fakta kekinian ini harus direkonsiliasikan," jelasnya lebih lanjut. Bagaimana mungkin seorang Muhammad yang dikenal bijak menikahi anak kecil. Maka, para pengkaji mencoba mengungkap kebijakan-kebijakan dibalik fenomena tersebut.

Beberapa argumen yang dapat dikemukakan, bahwa Aisyah dipilih sebagai media untuk menyambungkan ajaran-ajaran Islam terutama yang berkenaan dengan--salah satunya--perempuan. Sehingga pembicaraan sesama perempuan lebih nyambung, dibanding seandainya Rasulullah menyampaikan langsung kepada umat perempuannya.

Dengan kondisi usia belia dan memiliki memori masih bersih, informasi yang diterima Aisyah dari Rasul relatif akan mudah diingat dan tidak akan banyak terjadi kerancauan. Misalkan saja ketentuan tentang fenomena menstruasi dan hubungan suami istri dan lain sebagainya. "Aisyah ibarat anak yang masih banyak memori untuk menerima segala informasi. Sehingga setiap yang diinformasikan Rasulullah akan selalu dapat diterima dan tersampaikan kepada kaum hawa," argue Yusuf. Terbukti, Aisyah adalah salah satu "almukatstsiruna fi riwayat al-hadis" (sahabat yang banyak meriwayatkan hadis). Lebih dari 3000 hadis yang diriwayatkan olehnya.

"Sebagian dari kita gagal paham mencermati fakta sejarah tersebut. Akhirnya yang diambil adalah teksnya, yakni dia akan berpendapat bahwa sunnah menikahi anak kecil," ujarnya menyimpulkan.

Menanamkan moderasi beragama dalam mata kuliah PAI pada perguruan tinggi membutuhkan perspektif yang luas dari dosen pengampu mata kuliah tersebut.

Rohmat Mulyana, Direktur Pendidikan Agama Islam (PAI) menyampaikan bahwa wawasan moderasi menjadi tema wajib disampaikan kepada masyarakat dan menjadi amanat yang harus dilaksanakan seluruh jajaran Kementarian Agama termasuk Direktorat PAI. "Setelah mencermati agenda pertemuan ini yang telah memasukkan discourse moderasi dalam setiap narasumbernya, saya memberikan apresiasi atas komitmen tersebut," puji Rohmat mengapresiasi. "Karena PAI menjadi sorotan banyak pihak dan kita semua meresponnya dengan baik," ujarnya lebih lanjut.

Hal demikian juga diamini oleh Ir. Victoria Elisna, Plh. Kasubdit PAI pada PTU. "Inisiasi program-program bantuan dan kemitraan yang dimediasi kami juga akan mengangkat pentingnya moderasi ini," ujarnya pada saat menyampaikan pesannya.

Pada kegiatan Peningkatan Kompetensi Akademik Dosen PAI pada PTU di Pekanbaru, 2-7 Agustus 2019 ini, peyampaian tema moderasi selain disampaikan oleh Dr. Yusuf Hanafi, M.Pd, juga oleh Anis Masykhur, Kepala Seksi Bina Akademik PAI pada PTU yang juga Sekretaris Pokja Implementasi Moderasi Beragama Ditjen Pendidikan Islam. Bahkan Ahmad Ridwan, dosen Universitas Negeri Jakarta menyampaikan model penilaian dan evaluasi yang dapat menumbuhkan metode berpikir kritis.

Yusuf Hanafi menyampaikan bahwa untuk menanamkan muatan moderasi harus memahami prinsip-prinsip dasarnya. Mengapa moderasi beragama ini penting? Dengan mengutip pernyataan KH Abdurrahman Wahid, Yusuf mengatakan bahwa NKRI terlalu mahal harganya jika dijadikan eksperimentasi sistem politik. Memasukkan moderasi dalam MK PAI dimaksudkan untuk mengendalikan berkembangnya ideologi transnasional yang tumbuh cukup massif di kalangan mahasiswa. Dengan berbagai pendekatan, ideologi tersebut memiliki daya tarik tersendiri bagi mahasiswa. Sedangkan secara psikologis, jiwa mahasiswa adalah jiwa yang masih labil, sementara rasa ingin tahunya masih cukup tinggi. "Hal itulah yang perlu dicegah," katanya mengakhiri. (n15/dod)


Tags:

Bagikan: