Bandung - Sebanyak 55 pengurus teras atas organisasi keagamaan mahasiswa dihadirkan untuk mengikuti penguatan wawasan Islam Rahmatan Lil `Alamin dan wawasan kebangsaan sejak tanggal 12 s.d. 14 September 2019 di Bandung.
Pelaksanaan pertemuan ini juga sekaligus merespon atas beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa lembaga penelitian yang menyatakan bahwa komunitas perguruan tinggi juga terpapar pemahaman radikalisme dalam beragama.
Hadir dalam forum ini adalah Direktur Pengkajian Materi BPIP, Dr. Muhammad Sabri dan juga Direktur Cegah BNPT untuk membekali peserta. Dalam pemaparannya, Sabri menegaskan kesadaran pentingnya bangsa ini akan kekayaan kepemilikan sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Selain itu, Sabri juga menyampaikan kontekstualisasi nilai-nilai Pancasila dalam ruang-ruang keindonesiaan. Yang dimaksud dengan ruang ke-Indonesiaan adalah--di antaranya ruang keagamaan, kebudayaan, politik dan sejenisnya.
Apa yang disampaikan oleh Sabri juga ditegaskan kembali oleh Anis Masykhur, Sekretaris Pokja Implementasi Moderasi Beragama Ditjen Pendidikan Islam. Ia menyampaikan bahwa signifikansi penguatan wawasan kebangsaan dan wawasan ke-Islaman ini terkait untuk menjaga resources bangsa baik berupa SDA maupun SDM.
Sebagaimana diketahui, bahwa 2035 adalah masa menikmati bonus demografi. Dalam hal pertumbuhan ekonomi, menurut hasil penelitian McKinsey, 2030 Indonesia akan menjadi negara pertumbuhan ekonomi terbesar nomor 7 dunia. Jika proses pembangunan manusia berjalan stabil, konsisten dan simultan, maka apa yang diramalkan para peneliti futurolog kemungkinan dapat terwujud. "Saat itulah disebut dengan masa Indonesia emas," ujarnya menegaskan. Indonesia memiliki aset dan kekayaan sosial yang luar biasa, baik dari aspek budaya, agama, suku, pengetahuan maupun yan lainnya. Jika akan mempertahankan keanekaragaman ini, maka masyarakat perlu lebih memahami dengan tepat manfaat besar keanekaragaman tersebut. "Masyarakat harus hati-hati dengan berbagai berita-berita provokatif yang cenderung akan memecah belah, mengadu domba dan mengendorkan komitmen kebangsaan dengan membawa-bawa isu keanekaragaman ini. "Isu keagamaan adalah isi yang paling strategis untuk dipergunakan," terang Anis menegaskan.
Statemen-statemen di atas juga ditegaskan kembali dengan perspektif yang berbeda oleh A. Nasution, yang mewakili institusi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (n15)
Bagikan: