Bogor (Pendis) - "Hal terbaik untuk bangsa yang kita cintai adalah tercapainya tujuan pendidikan nasional, yakni menjadikan insan yang berakhlak mulia, beriman dan bertakwa. Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah dan Perguruan Tinggi Umum (PTU) menjadi soko guru dari keberhasilan tujuan pendidikan nasional," demikian pernyataan yang disampaikan Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam (Sesditjen Pendis), Moh. Isom Yusqi di hadapan para Instruktur Nasional Pendidikan Agama Islam (IN PAI) pada pembukaan kegiatan "Pembelajaran dan Penilaian Kurikulum Untuk Guru PAI" yang dilaksanakan Direktorat Pendidikan Agama Islam (Dit. PAI) di Hotel Grand Savero Bogor pada 7-9 April 2017.
Lebih lanjut Isom Yusqi mengatakan, satuan pendidikan yang banyak adalah di bawah naungan Kemendikbud, dari TK sampai Perguruan tinggi, dan pendidikan agamanya adalah tanggung jawab ada di tangan Kementerian Agama, khususnya Dit. PAI. "Pendidikan agama di sekolah dan PTU adalah bergantung pada kita semua, karena mayoritas peserta didiknya beragama Islam. Dit. PAI mesti bahu membahu, tolong menolong, kerja sama untuk mewujudkan siswa dan mahasiswa sesuai dengan pendidikan nasional," lanjut Isom.
Yang akan jadi pemimpin masa depan adalah anak-anak yang kita didik. Yang ada di TK sampai PTU itu bisa jadi presiden, menteri dan posisi strategis lainnya. Jadi tugas Guru PAI dan Dosen PAI sangat berat. Isom Yusqi berpesan pada IN PAI, bahwa tuntutan bagi IN PAI untuk mengimplementasikan lima budaya kerja Kementerian Agama, yakni integritas, profesionalitas, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan.
"Untuk integritas, IN PAI mesti bertugas bagaimana menciptakan siswa dan mahasiswa yang berintegritas, keutuhan kejiwaan, kepribadian, perjuangan, satu kata dalam perbuatan," pesan Sesditjen. Hasil survei integritas institusi, Kementerian Agama pada poin 70,59 persen, yang meliputi integritas internal dan eksternal. Yang internal terbentuk dari SDM pegawai dan tata kelola, dan eksternal terbentuk pada image building dan pelaksanaan reformasi birokrasi, dan harapannya ke depan akan lebih baik lagi.
Profesionalitas, misal GPAI TK profesionalitas yang dimiliki apa? Serta guru PAI pada jenjang lainnya. Isom Yusqi menyinggung, bahwa standar minimal keprofesionalitasan GPAI, jangan sampai GPAI bacaan al-Qur`an-nya belepotan dari makhorijul huruf dan tajwidnya, karena ini salah satu profesionalitas. PAI dari TK sampai PTU itu standar minimalnya adalah bacaan al-Qur`an, kemudian pengetahuan agama dan pembiasaannya. Sekolah tidak membentuk manusia yang tafaqquh fiddin, sebagaimana madrasah dan pesantren.
Untuk inovasi, alhamdulillah Dit. PAI telah melakukan inovasi, dengan menyusun metodologi pembelajaran PAI yang menyenangkan dan tidak membosankan. Isom Yusqi menegaskan PAI tidak lagi mesti doktriner, lagi persegi empat (halal, haram, surga, neraka). Tapi harus menyenangkan, sehingga materi bisa masuk dan terbiasakan dalam sehari-hari.
Kemudian, tanggung jawab dan keteladanan. Isom Yusqi berpendapat, bahwa pendidikan itu adalah akhlak. Karena nabi juga diutus untuk menyempurnakan akhlak. Kalau akhlak tidak ada yang lain jadi hampa. Keteladanan itu cerminan yang bisa tidak. "Kita harus jadi cermin bagi anak didik kita," ujar guru besar IAIN Ternate ini.
Menyikapi fenomena sosial yang terjadi saat ini, ia berpesan "Kalau tidak tahu, kita harus tabayyun dulu, pastikan dulu ilmunya, setelah tahu kemudian sampaikan dengan baik dan bijak". Kemudian Isom menyinggung terkait demarkasi Islam moderat dan Islam ekstrim. Ia berpendapat bahwa Islam ekstrim adalah umat Islam yang menolak hasil konsensus ulama Indonesia yang sepakat dengan NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, yang ingin merubah Indonesia dengan ideologi yang lain.
Indonesia adalah sintesa dari thesa barat dan antithesa dari Timur Tengah. Agama menjadi ruh berdirinya NKRI. Hal ini bisa dilihat dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan regulasi lainnya, itu ada "atas nama Tuhan Yang Maha Esa," kata Isom Yusqi. Kalau mau berjuang demi agama, mari kita berjuang internalisasikan melalui UU, dan kebijakan lainnya. Di akhir arahannya, Isom Yusqi mengatakan "tugas kita mulia, karena ingin mewujudkan cita-cita pendidikan nasional dengan mengintegrasikan lima budaya kerja dan mengimplementasikannya". (sugeng/dod)
Bagikan: