Balikpapan (Pendis) - Itulah salah satu penyampaian Anis Masykhur di hadapan 150 guru PAI dan Guru Madrasah se-Kalimantan Timur dalam sebuah acara yang diorganisir oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) Kalimantan Timur dengan Programnya "Harmoni Dari Sekolah", Rabu (17/07). Anis Masykhur yang merupakan "petugas" Direktorat Pendidikan Agama Islam (PAI) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama menegaskan bahwa para guru memiliki tugas mulia untuk menanamkan pendidikan kritis kepada para peserta didiknya. "Salah satu manfaat pendidikan kritis adalah agar mereka tidak mudah kena tipu terutama ketika mendapatkan informasi dari berbagai media," terang Anis menjelaskan.
Pada hakikatnya, proses pendidikan yang benar harus dapat menghadirkan peserta didik yang mudah memahami perbedaan, mudah menciptakan alternatif,selalu memiliki ide kreatif, mudah menemukan peluang baru, dan dapat meminimalkan salah persepsi.
Dalam pengamatannya, perjalanan pendidikan selama ini yang cenderung menggerus nalar kritis. Di Perguruan Tinggi saja, beberapa mata kuliah yang diharapkan dapat memperkuat nalar kritisnya terancam dihilangkan, seperti filsafat ataupun ilmu mantiq. "Tidak heran jika pada tahun-tahun ini, masyarakat tidak begitu kritis dalam menghadapi arus informasi yang masuk di sekitarnya, dan terhadap gerakan radikalisme mereka permissif," jelas Kasi Bina Akademik PAI tersebut.
Kondisi yang demikian itu juga tidak bisa dipisahkan sebagai akibat dari kebijakan pendidikan yang terlalu mengunggulkan kurikulum vokasi, sementaa aspek nalar tidak banyak mendapatkan sentuhan.
Menurutnya, dalam pembelajaran kritis, guru dapat menyisipkan melalui indikator dan pendekatan pembelajaran. Guru harus kreatif dalam menggunakan metode-metode yang dapat membangkitkan kesadaran kritis peserta didik.
Anis juga menyebutkan beberapa contoh. mengingat yang dihadapi adalah guru PAUD, SD dan SMP, maka ia mencontohkan di antaranya untuk dengan cara menghidupkan budaya lokal yang berbiasa dengan tradisi tutur tinular melalui bercerita, atau melanjutkan potongan cerita. Metode membandingkan beberapa fakta juga menjadi pendekatan yang dianjurkan, selain melanjutkan cerita.
Sebagai Sekretaris Pokja Implementasi Moderasi Agama Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Anis yang juga dosen IAIN Samarinda tersebut menyampaikan bahwa para guru dalam mengajarkan pelajaran agama, harus menghindari beberapa hal yang dapat dikategorikan tidak moderat. Pertama, hindari menggunakan ajaran agama untuk melawan atau menjelek-jelekkan Negara. Jika hal itu terjadi, Negara dapat memproses secara hukum. Kedua, hindari pengajaran yang mendorong peserta didik untuk tidak toleran. Jika itu terjadi, maka bertentangan dengan filofosi bangsa ini, yakni Bhinneka Tunggal Ika. Ketiga, jauhkan materi pelajaran yang dapat memperuncing kebencian atas perbedaan pemahaman mazhab beragama.
Hadir dalam forum tersebut Andi Intang Dulung, Kasubdit Kewaspadaan BNPT, Ulama Kalimantan Timur, dan Dr A. Bukhari, MA, Kepala Bidang Keagamaan FKPT Kalimantan Timur. (n15/dod)
Bagikan: