Yogyakarta (Pendis) - Jadi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) jangan malu-malu. Justru harus bangga dan percaya diri. Kalau perlu juallah ciri khas yang melekat dan membedakan dari guru lain. Demikian substansi materi khusus dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan terkait metodologi pembelajaran yang bertajuk Personal Branding GPAI.
Narasumber sekaligus Master Trainer PPKB dari Direktorat PAI, Akhmad Faozan menjelaskan tujuan utama dari materi ini. "GPAI punya ciri khas masing-masing dan mampu mengembangkannya atau menjual dari sisi ke-GPAI-an, leadership dan spiritual," jelasnya.
Faozan melanjutkan bahwa ada langkah konkret dalam branding atau `membuat merk` dirinya. Pertama menemukan brand dirinya yang berbeda dari guru lain sehingga bisa memunculkan persepsi orang lain ke dirinya. Kedua mendokumentasikan brand-nya lewat banyak cara seperti pakai kartu nama atau di media sosial. Ketiga mengembangkan brand atau penguatan sehingga GPAI akan menjadi sosok terpilih dan terpilih karena punya spesifikasi khusus.
"Tak main-main ia akan menjadi brand ambassador atau duta PAI yang juga mendapatkan brand guardian alias pembela brand dari pihak lain," kata Faozan yang juga berprofesi sebagai Pengawas PAI di DIY ini. Langkah terakhir dari personal branding ini adalah memperbanyak soulmate atau sahabat sejiwa yang akan mendukung dan membelanya. Secara politis, personal branding GPAI didukung oleh Keputusan Menteri Agama Nomor 211 tahun 2011 tentang standar nasional PAI.
Dijelaskan di sana GPAI memiliki 2 kompetensi plus selain 4 kompetensi utama yang berbeda dengan guru lain yakni kompetensi spiritual dan leadership. Dari sisi inilah GPAI bisa memulai mengenali brand nya sendiri, pungkas Faozan. (wikan/dod) (foto: yoni haris)
Bagikan: