Jakarta (Pendis) Integrasi keilmuan agama dan sains diharapkan akan menjadi tren di kalangan civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi Islam. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus menjadi fokus perhatian dalam kerja-kerja penelitian dan pengabdian masyarakat di kampus-kampus Islam.
Harapan tersebut disampaikan oleh Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) pada Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Arskal Salim, dalam Tadarus Litapdimas seri ketiga, Kamis (30/04/2020). Kegiatan ini diselengggarakan secara daring dengan aplikasi zoom serta disiarkan secara langsung melalui akun youtube Pendis Channel.
Narasumber tadarus penelitian seri ketiga kali ini adalah dua peneliti terbaik tingkat nasional pada BCRR (Biannual Conference on Research Result) Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI Tahun 2019, yakni Rado Yendra (Dosen UIN Sultan Syarif Kasim Riau) dan Budiyono Saputro (Dosen IAIN Salatiga), serta pembahas Syaifudin Zuhri (Dosen IAIN Tulungagung)
Tema yang diangkat pada seri ketiga tadarus Litapdimas atau Penelitian, Publikasi Ilmiah, dan Pengabdian kepada Masyarakat kali ini, yakni “Smartphone untuk Belajar dari Rumah” memang terkait dengan tema besar integrasi keilmuan agama dan sains.
“Kita memberikan apresiasi terhadap tema-tema penelitian yang terkait dengan integrasi keilmuan sebagai mandat perguruan tinggi keagamaan Islam di Indonesia. Kita punya fokus memadukan agama dan ilmu sains,” kata Arskal Salim.
Materi yang disampaikan oleh dosen UIN Sultan Syarif Kasim Riau, Rado Yendra, pada tadarrus seri ketiga kali ini adalah bagian dari tema besar integrasi keilmuan itu. Rado Yendra membahas karyanya bertajuk “Memaksimalkan Peranan Teknologi Augmented Reality (AR) Melalui Smartphone dalam Mensukseskan Program Belajar dari Rumah di Tengah Wabah Covid-19”. Ini merupakan pengembangan dari penelitiannya sebelumnya.
Teknologi Augmented Reality (AR) merupakan teknologi animasi yang dapat menjadikan pembelajaran menjadi menyenangkan bila dihubungkan dengan smartphone. Teknologi yang menjadikan bahan ajar didalam sebuah media tulis (marker) seperti kertas dapat bergerak dan bersuara seperti kartun 4 dimensi bila disorot dengan menggunakan kamera yang terdapat pada smartphone.
Teknologi AR yang dihasilkan dengan menggunakan perangkat lunak Unity dapat menghasilkan objek yang bergerak dan bersuara. Menurut Rado Yendra, teknologi ini akan membuat suasana pembelajaran agama Islam bagi anak-anak seperti bacaan doa singkat masuk ke kamar mandi, doa singkat sebelum masuk rumah dan doa Singkat sebelum makan menjadi sangat menyenangkan.
Anak-anak disiapkan modul yang telah selesai dirancang dan telah mendapatkan tekologi AR kemudian dijadikan sebagai sebuah aplikasi yang akan didaftarkan pada playstore, sehinga dapat digunakan melalui smartphone. “Aplikasi yang telah terinstall pada smartphone akan digunakan sebagai media belajar yang menyenangkan dalam belajar dan menghapal doa singkat,” kata Rado.
Kamera pada smartphone diarahkan pada modul sehingga doa singkat tertentu dapat dinikmati seolah-olah seperti menonton film animasi 4 dimensi. Hasil ini tentu saja dapat mendorong atau memancing semangat anak-anak dalam menyenangi pembelajaran doa dari rumah. “Tanpa disadari mereka telah melihat dan mendengar berulang-ulang sebuah doa tanpa diikuti rasa jenuh atau bosan,” tambahnya.
Sementara itu dosen IAIN Salatiga Budiyono Saputro menyampaikan hasil penelitiannya yang juga masih terkait dengan tema besar integrasi keilmuan, yakni “Pengembangan Model Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu (Sirsainsdu)”. Penelitian ini dimaksudkan agar memudahkan dosen dan mahasiswa dalam pembelajaran tafsir sains secara terpadu dan memberikan akses kepada masyarakat dalam memahami tafsir sains melalui website.
Produk penelitian yang dilakukan Budiyono adalah model pembelajaran tafsir sains terpadu bersyntax, dapat diakses diwebsite dan adaptif dengan model problem based learning (http://bersaqural.com/ ). Produk pendukungnya adalah RPS tafsir sains terpadu lengkap dengan tema tafsir sains.
Model pembelajaran tafsir sains terpadu ini telah melalui uji coba perorangan (n=6), kelompok (n=12) dan uji coba terbatas (n=27) dengan hasil aspek penilaian pilihan jawaban mahasiswa skala likert skor 1-5 sebagai berikut: (1) rerata skor rasionalitas model 4.32 (Baik), (2) rerata skor kharakteristik model 4.29 (Baik), (3) rerata skor unsur tahapan model 4.28 (Baik), (4) rerata skor unsur tugas personal 4.10 (Baik), (5) rerata skor manfaat psikologis 4.53 (Sangat Baik), (6) rerata skor manfaat fisiologis 4.68 (Sangat Baik).
Berdasarkan uji efektifitas model melalui uji paired t test diperoleh hasil t hitung 12.684, sedangkan p=0.00 < 0.05. Dengan demikian model pembelajaran tafsir sains terpadu layak dan efektif dapat meningkatkan hasil belajar tafsir sains terpadu mahasiswa Tadris IPA.
“Model pembelajaran tafsir sains terpadu sangat dibutuhkan dan efektif dalam pembelajaran tafsir sains terpadu karena memiliki syntax yang jelas, terstruktur, adaptif dengan model problem based learning, memudahkan dosen dan mahasiswa serta dapat diakses melalui website (http://bersaqural.com/),” demikian Budiyono Saputro.
Dosen IAIN Tulungagung Syaifudin Zuhri yang menjadi pembahas dalam tadarus kali ini menekankan bahwa agama dan teknologi harus dapat diintegrasikan. Agama dan juga pendidikan agama sudah seharusnya mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
Dikatakannya, kedua peneliti telah melakukan penelitian dan mengembangkan aplikasi bagaimana teknologi dapat digunakan dalam mendukung pendidikan Islam.
“Kolaborasi menjadi kata kunci penting dalam mewujudkan integrasi keilmuan di lingkungan PTKI. Sederhananya, seorang ahli tafsir tidak bisa bekerja sendiri dengan kajiannya; dia dituntut untuk berkolaborasi dengan sarjana IT agar kajiannya dapat diajarkan dengan efektif dan efisien. Demikian juga dengan sarjana pendidikan anak; mereka perlu berkolaborasi agar pembelajaran anak dapat dilakukan dengan tepat,” ujarnya
Ditambahkan, di masa pandemi Covid19, digitalisasi adalah jawaban atas pembatasan fisik/sosial. Digitalisasi ini tidak mungkin hadir jika sekat-sekat keilmuan masih membatasi interaksi antar disiplin. “Kolaborasi adalah kuncinya dan prinsip kolaborasi sudah seharusnya menjadi agenda utama integrasi keilmuan di lingkungan PTKI,” pungkasnya. (Anam/ Hik)
Bagikan: