Jakarta (Pendis) - Menghadapi tantangan keagamaan yang kian kompleks dan maraknya paham keagamaan yang kurang terbuka, intoleran dan cenderung radikal, mendorong Direktorat Jenderal Pendidikan Islam untuk merevitalisasi peran pesantren perguruan tinggi di kalangan PTKI yang biasa disebut Ma`had Al-Jamiah.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, M. Isom Yusqi merasa khawatir paham-paham radikal akan masuk ke UIN, IAIN, STAIN dan PTKIS jika tidak diantisipasi sejak dini. Karenanya mendesak untuk dilakukan pembenahan Ma`had Al-Jamiah agar menghasilkan santri mahasiswa yang mempunyai paham keagamaan moderat dan toleran. Pernyataan itu disampaikan M. Isom Yusqi di hadapan Sekretaris Kopertais se-Indonesia pada acara Penyusunan Petunjuk Teknis Bantuan Kemahasiswaan PTKI, Selasa (11/04/2017) di Jakarta.
Sudah banyak PTKI yang mengembangkan pesantren, salah satunya di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang mewajibkan seluruh mahasiswa semester awal nyantri di Ma`had Al-Jamiah. IAIN Purwokerto bekerjasama dengan Pesantren di sekitar kampus mewajibkan mahasiswanya nyantri. IAIN Tulungagung, UIN Sunan Ampel dan UIN Walisongo belum bisa mewajibkan seluruh mahasiswanya mondok lantaran keterbatasan daya tampung asrama yang ada.
Penguatan Ma`had Al-Jamiah lanjut Isom Yusqi mendesak dilakukan baik dari sisi para pengelola Ma`had, kurikulum pembelajaran, penguatan kelembagaan dan hal lainnya agar keberadaannya mampu berkontribusi positif dalam moderasi islam.
Menyinggung penyusunan Juknis bantuan kemahasiswaan PTKI, M. Isom Yusqi berharap setidaknya mengacu perencanaan yang baik, penganggaran, pelaksanaan yang benar, pelaporan, pengawasan, pertanggungjawaban publik.
Ada 7 (tujuh) Juknis bantuan yang disusun Ditjen Pendidikan Islam, antara lain Bantuan Lembaga Kemahasiswaan PTKI, Beasiswa Tahfidz Al Qur`an, Bantuan Pemagangan Mahasiswa, Bantuan Prestasi Akademik, Beasiswa Afirmasi Diktis, Bantuan Bidikmisi PTKIS On Going, dan Bantuan Bidikmisi PTKIS Rekrutmen Baru.
Terkait dengan reformasi birokrasi, Isom Yusqi menegaskan agar kita harus mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dari KKN, tidak merugikan negara, tidak memperkaya diri dan orang lain. Di samping itu harus ada perubahan paradigma birokrasi, yaitu dari mempersulit ke mempermudah, dari budaya dilayani ke melayani, dari budaya boros ke efisiensi. "Selama ini kita membenarkan kebiasaan bukan membiasakan yang benar dalam bekerja melayani masyarakat," kata Isom.
Kegiatan Workshop Penyusunan Petunjuk Teknis Bantuan Kemahasiswaan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam diikuti oleh Sekretaris Kopertias 1-13 se-Indonesia, Akademisi PTKIN, Unit Eselon I Kementerian Agama, dan kalangan Ditjen Pendidikan Islam. Tampak hadir dalam kegiatan adalah Nuryasin Kasi Sarpras pada PTKIN, Otis Arinindiyah Kasi Sarpras PTKIS dan Ruchman Basori Kasi Kemahasiswaan.
Ruchman Basori mewakili Kasubdit Sarpras dan Kemahasiswaan mengatakan bahwa siap menjalankan harapan agar memperkuat Ma`had Al-Jamiah. Selain program itu terdapat program pengembangan kemahasiswaan lainnya, diantaranya adalah Pertemuan Ketua Dewan Mahasiswa se-Indonesia, Workshop Deradikalisasi Mahasiswa PTKI, Apresiasi Pers Mahasiswa dan tentu saja Pionir yang sebentar lagi akan dilaksanakan di UIN Ar-Raniry Aceh.
Pemberian afirmasi berbagai macam bantuan dan beasiswa disadari oleh Ruchman masih sangat terbatas karenanya meminta kepada Sesditjen Pendis untuk ditingkatkan baik ragam layanan beasiswa hingga peningkatan jumlah kuantitasnya termasuk bidikmisi untuk PTKIS. (Ruchman Basori/dod)
Bagikan: