Jakarta (Pendis)- Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Pendis) tengah membahas Program Percepatan PTKIN menjadi Perguruan Tinggi Unggulan. Dalam pembahasan ini turut diundang para Eselon I di lingkungan Kemenag. Pembahasan dilakukan secara virtual, Senin (05/10). Tampak hadir memberikan arahan, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi, Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Muhammad Ali Ramdhani.
Dalam arahannya, Wamenag mendukung Diktis mewujudkan Percepatan PTKIN menjadi Perguruan Tinggi Unggulan. Menurutnya, PTKI menjadi unggulan adalah harapan dan ambisi bersama, sehingga bagaimana mencapai PTKIN dan PTKIS bisa bersaing secara equil dengan perguruan tinggi lainnya.
Dikatakan Wamenag, prasyarat PTKI menjadi unggul diantaranya reputasi akademik, reputasi lulusannya, performa lulusan dapat diterima di mata publik maupun para pengguna lulusan PTKI nya, rasio fakultas, prodi dan mahasiswanya serta dibukanya program internasional. “Saya sangat menaruh harapan besar dari dirjen baru kita dirjen pendis dan direktur diktis baru kita, bisa mengarahkan perguruan tinggi (PTKI) menjadi kebanggaan bukan hanya kebanggaan umat Islam tapi kebanggaan bangsa Indonesia,” tuturnya.
Direktur Diktis, Suyitno, sebagai tuan rumah pembahasan rapat, menyampaikan beberapa program unggulan yang akan dalam percepatan PTKIN menjadi Perguruan Tinggi Unggulan. Menurut Suyitno, setidaknya ada tujuh program unggulan yang akan menjadi konsen Direktorat Diktis kedepan, atau dapat disebut Sapta Program Pengakselerasian & Percepatan (SP3) PTKI Menjadi Perguruan Tinggi Unggulan.
Pertama, Redesain Kurikulum PTKI. Menurut Suyitno, Redesain perlu dilaksanakan terhadap kurikulum PTKI, karena kurikulum yang digunakan selama ini adalah pendekatan kurikulum yang berbasis kompetensi.
“Kurikulum kita yang berbasis kompetensi sudah sangat bagus, namun kita harus melalukan sebuah redesain untuk melihat apakah profil lulusan yang sudah kita rumuskan ini sudah faktual atau hanya ideal,” terang Suyitno.
Menurut Suyitno, salah satu langkah yang sedang dirumuskan untuk redesain kurikulum adalah dengan konsep kampus merdeka dan merdeka belajar yaitu dengan memperbanyak waktu mahasiswa untuk melakukan pembelajaran di luar kampus atau di luar prodi
Kedua, lanjut Suyitno, Penguatan Rumah Moderasi di kampus PTKI. Menurutnya, saat ini Rumah Moderasi Beragama di seluruh PTKI yang ada bentuknya masih “rumah” belum ada kamar-kamar yang jelas. Idealnya Rumah Moderasi Beragama yang ada di PTKI bisa diisi dengan banyak kamar atau bagian-bagian yang eksistensinya bukan hanya sebagai lembaga yang disandingkan atau sekadar diintegrasikan dengan LP2M, melainkan rumah moderasi ini harus kita lembagakan secara struktural. Karena, moderasi beragama itu sendiri lahir dari kementrian agama dan sudah saatnya kita menjadikannya sebagai lembaga tersendiri.
“Rumah moderasi beragama itu yang paling otoratif bicara itu adalah kita (Kementerian Agama) karena lahirnya dibidani oleh kita,” tuturnya
“Penguatan Rumah Moderasi Beragama sangat penting, agar kajian mengenai moderasi beragama ini bisa menjadi kajian yang lebih luas lagi kedepannya,” Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang.
Ketiga, pembentukan Universitas Islam Terbuka. Menurut Suyitno, pembentukan Universitas Islam Terbuka merupakan Sebuah konsep baru yang sedang dirumuskan bersama pihak Direktorat Diktis adalah mengenai Universitas Islam Terbuka (UIT), dimana konsep ini berkaca pada Universitas Terbuka (UT) yang sudah ada sejak lama pada Perguruan Tinggi Umum (PTU).
Dikatakan Suyitno, konsep pembelajaran pada UIT adalah menggunakan sistem daring yang mana sistem ini juga sedang kita terapkan pada pembelajaran Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) dalam kondisi pandemi saat ini. Konsep ini, rintisannya akan diterapkan pada prodi PTKIN tertentu.
“Kami sedang mencoba untuk merumuskan agenda besar, minimal kalau belum bisa Universitas Islam Terbuka (UIT) kita coba akan rumuskan prodi terbuka, yang salah satu misi besar nya untuk memberikan afirmasi terutama kepada 80.000 guru Madrasah yang sampai sekarang taraf pendidikan tinggi terkahirnya aliyah atau diploma 2 (D2)," tegasnya
Yang keempat, lanjut Suyitno, adalah Program Double Degree PTKI. Program ini akan bersifat opsional pada PTKI tertentu, karena banyak persiapan yang harus dimatangkan terlebih dahulu. Menurutnya, Program Double Degree dibagi menjadi dua, yaitu internal dan eksternal. Yang eksternal juga dibagi dua, yaitu PTKI dengan Perguruan Tinggi Umum (PTU), dan PTKI dengan Perguruan Tinggi Luar Negeri.
“Program ini sudah mulai dilakukan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan yang akan melaksanakan selanjutnya adalah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,” terangnya.
Kelima, Percepatan akreditasi dengan pendirian Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM). Sebenarnya akreditasi adalah domainnya Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT), khsusunya untuk akreditasi institusi. Akan tetapi khusus akreditasi Prgram Studi (Prodi), BAN PT menyerahkan kepada kementerian terkait, dalam hal ini Kementerian Agama.
“Ini menjadi PR besar Direktorat Diktis untuk mendirikan LAM, mengingat jumlah prodi di PTKI yang sangat banyak, dan terbatasnya jumlah asesor di BAN PT. Akan tetapi ini perlu bergandengan dengan BAN PT dan mendapatkan rekomendasi dari Kemendikbud,” terang Suyitno.
“Secara SDM, kita memiliki jumlah asesor mumpuni yang berbasis studi agama atau Islamic Studies. Sehingga mendukung berdirinya LAM,” sambungnya.
Selanjutnya, yang keenam dan ketujuh, adalah Pola Modeling Pembinaan Kemahasiswaan dan Penyusunan Roadmap pengembangan PTKI. “Saat ini konsepnya sedang kita bahas dan rumuskan dengan Sub Direktorat yang menangani kemahasiswaan dan kelembagaa,” pungkasnya.
Bagikan: