Jakarta (Pendis)- Kelompok Islam moderat diingatkan untuk memperhatikan aspek pengemasan atau packaging dalam kegiatan dakwahnya. Dakwah atau pengajian yang selama ini berjalan dinilai terlalu berat untuk masyarakat umum. Perlu ada segmen dakwah dengan kemasan ringan yang ditujukan untuk kalangan awam yang selama ini tidak bergelut dengan kajian ilmu-ilmu keislaman.
Demikian disampaikan dosen UIN Syarif Hidayatullah Jajang Jahroni dalam Tadarrus Litapdimas Seri Ke-2 yang dilaksanakan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam pada Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Selasa (28/04/2020). Kegiatan ini diselengggarakan secara daring dengan aplikasi zoom di nomor ID 692-6300-7532 serta disiarkan langsung lewat akun youtube Pendis Channel.
Menurut Jajang, aspek pengemasan ini menjadi sangat penting dalam konteks kontestasi dakwah baru yang menggunakan jaringan internet. Media baru ini mempunyai karakter khusus yang harus dipahami agar pesan-pesan moderasi Islam dapat tersampaikan dengan baik kepada para netizen.
“Jangan lupa ya sekarang ini zaman kemasan. Packaging itu sangat penting. Jadi kalau anda menawarkan Islam tapi packagingnya jelek ya tidak laku. Ini adalah kepiawaian kelompok Islamis dalam membingkai atau membungkus pesan-pesan mereka dan laku,” kata Jajang.
Ia mencontohkan ada kampanye jangan pacaran dengan kemasan ringan “udah putusin aja”. Anak-anak muda diajak beramai-ramai pada satu hari memutuskan pacarnya. Jika tidak pilihannya mereka sudah harus segera menikah. Terlepas dari anak-anak muda mengikuti anjuran itu atau tidak, namun kalimat yang disampaikan cukup menjadi perhatian. Berikutnya, pesan-pesan dakwah lainnya disampaikan bersamaan dengan kampanye ringan dan cukup mengena itu.
“Sementara kelompok Islam moderat ngajinya berat. Misalnya NU dan Muhammdiyah, di bulan puasa ini banyak ngaji-ngaji online, bahkan sampai ratusan. Tapi coba lihat ada metode atau strategi khusus nggak? Saya lihat tidak ada strategi khusus. Hajar aja, didengarin atau nggak,” tambahnya.
Menurutnya, bungkus menjadi aspek yang sangat penting dalam kegiatan dakwah daring. Pilihan temanya juga harus pas dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Sementara materi dakwah atau pengajian kelompok moderat dinilai cukup berat sehingga tidak banyak yang terlibat, hanya diikuti oleh kalangan santri saja yang sudah pernah belajar di pesantren.
Sebelumnya, Muzayyin Ahyar, narasumber dari IAIN Samarinda menyampaikan paparannya mengenai “Islamic Clicktivism: Internet, Demokrasi dan Gerakan Islamis Kontemporer”. Menurutnya gerakan Islam kontemporer memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana dakwahnya. Pilihan isunya juga bergeser ke isu-isu nasional, tidak lagi pada isu-isu besar atau isu Islam internasional.
Pembicara lainnya, Aksin Wijaya dari IAIN Ponorogo mempresentasikan karyanya yang sudah dicetak dalam bentuk buku “Dari Membela Tuhan ke Membela Manusia (Kritik atas Nalar Agamaisasi Kekerasan)”.
Kegiatan tadarus hasil penelitian yang kali ini dipandu langsung oleh Kasubdit Penelitian dan PKM Suwendi merupakan tradisi baru di lingkungan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) di tengah kondisi darurat pandemi Covid-19. Direktur PTKI Arskal Salim sebelumnya menyampaikan apresiasinya kepada 500-an peserta dari seluruh Indonesia yang mengikuti tadarus melalui aplikasi zoom dan kanal youtube. Para peserta menampakkan kehausan atas ilmu sambil menjalankan ibadah puasa. (Anam/Hik)
Bagikan: