Tangerang (Pendis) - Subdit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) bersama Institut France Indonesia (IFI) menindaklanjuti hasil rapat bersama Prof. Dr. Arskal Salim, MA, Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, 22 Januari yang lalu, dengan mengundang pimpinan PTKIN yang mengelola fakultas-fakultas di bidang sains dan teknologi, ilmu kesehatan dan kedokteran, dan pertambangan. Dalam perbincangan tersebut, muncul beberapa program tindak lanjut, di antaranya adalah program Short Course untuk calon guru besar, penelitian kolaboratif internasional dan studi lanjut S-3 melalui Program 5000 Doktor.
Arskal dalam sambutan pengarahannya menawarkan bahwa selain program beasiswa studi lanjut ke Perancis, Australia dan Inggris, juga terbuka di bidang Penelitian. Bahkan, khusus dalam hal kemitraan dengan negara Inggris di bidang penelitian, menurutnya, relatif lebih fleksibel. Untuk mendukung program tersebut, Arskal dalam arahannya menyampaikan bahwa untuk peserta baik penelitian maupun beasiswa studi lanjut di bidang sains dan teknologi ini sebaiknya bersifat afirmasi. Beberapa pembicaraan dengan pihak Kedutaan, Perancis juga memberikan bsnysk kesempatan termasuk untuk kursus bahasa yang dipercukupkan dengan pencapaian kompetensi bahasa di level A2 saja.
Pengurangan standar ini dimaksudkan agar banyak warga Indonesia untuk melanjutkan pada jenjang pendidikan selanjutnya di negara tersebut. Bahkan, Arskal berharap lulusan pesantren dapat mengaksesnya.
Dalam presentasinya, pihak IFI menyampaikan bahwa program penelitian kolaboratif ini akan diimplementasikan pada tahun 2019, dan tahun ini perlu dilakukan beberapa persiapan. "Target pertemuan hari ini adalah untuk melakukan pemetaan kebutuhan riset," jelas Suwendi, Kasubdit Penelitian di depan pimpinan PTKIN. Hal itu juga diamini oleh Nicholas Gascoin, atase pendidikan bidang kerjasama Sains dan Teknologi Perancis di Indonesia. Menurut Gascoin, target awal tahun ini setidaknya telah teridentifikasi peta kebutuhan penelitian di bidang Sain dan Teknologi. Sementara itu, hal lain yang perlu ditekankan adalah bahwa penugasan untuk studi lanjut buat tersebut juga dalam rangka memperkuat integrasi keilmuan yang merupakan ciri khas PTKI. Nicolas Gascoin mengapresiasi positif bahwa langkah konkrit program kerjasama ini terealisasi dengan cepat.
Dalam pertemuan sebelumnya telah disampaikan bahwa dalam program short course, selain dosen-dosen pada fakultas sain dan teknologi, dosen prodi sosial science dapat mengakses bantuan ini. Namun demikian, dalam rangka menjawab kebutuhan guru besar di bidang sain dan teknologi, maka peserta short courses dipersaratken telah mempunyai naskah hasil penelitian yang akan dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi. Bahkan, ekspektasi pihak pengelola program kemitraan ini cukup tinggi. "Jika memungkinkan, dalam program short coursenpeserta dapat menghasilan dua artikel tersebut untuk publikasi pada jurnal internasional," kata Syarah H. Sriyani, Perwakilan Perancis Indonesia.
Maka menjadi penting bahwa persyaratan menjadi peserta program kemitraan ini dipersaratkan sudah menempuh pendidikan program Doktor. Bagi Nicholas, kerjasama di bidang penelitian yang berangkat dari Ph.D dengan latar belakang yang sama yang akan mempermudah pelaksanaan kemitraan riset. Pengalaman di negaranya, bahwa penggerak riset itu adalah para mahasiswa dan dosen yang telah menempuh jenjang Ph.D Program. Di kesempatan tersebut juga disampaikan bahwa untuk publikasi Perancis, kebanyakan jurnal dan publikasi pada Universitas sudah terindeks di Thompson. Semoga, kemitraan ini dapat mempercepat penambahan jumlah professor pada PTKI. (n15/dod)
Bagikan: