Jakarta (Pendis)- Kementerian Agama RI secara simultan terus mematangkan desain implementasi moderasi beragama, sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJMN 2020-2024. Desain implementasi moderasi beragama ini disusun berdasarkan tingkatan hirarkis, mulai di tingkat Kementerian Agama, unit eselon satu hingga unit eselon dua. Dari masing-masing unit akan diarahkan agar dipastikan memiliki dokumen pendukung sebagai basis hukum pelaksanaan moderasi beragama pada satuan kerja terkait. Namun demikian, sebelumnya, perlu saling berbagi pengalaman program moderasi beragama pada unit-unit eselon satu dan dua di lingkungan Kementerian Agama. Hal ini diungkap oleh Oman Fathurrahman, Staf Ahli Menteri Agama yang juga juru bicara Kementerian Agama RI, pada diskusi terbatas Moderasi Beragama di lingkungan Kementerian Agama yang diselenggarakan di Ruang Rapat Sekretariat Jenderal Kemenag RI, Jakarta, 11 Maret 2020.
Menurut Oman Fathurrahman, moderasi beragama merupakan kebutuhan masyarakat Indonesiaan saat ini. “Perlu diturunkan ke dalam kebijakan dan program yang secara konkret dan serius. Kita mendorong agar program-program untuk memperkuat moderasi beragama ini tidak bersifat artifisial dan tidak menyelesaikan masalah yang sesungguhnya”, papar guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Diskusi yang dipandu oleh Kepala Subdit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Suwendi, menghadirkan narasumber Allisa Wahid, pelatih (trainner) moderasi beragama di lingkungan Kementerian Agama dalam hampir 3 (tiga) tahun terakhir. Menurut putri Presiden KH Abdurrahman Wahid itu, “Sharing ini penting dilakukan agar kita tidak terjebak ke dalam “jebakan perancang program”. Jika ini yang terjadi, maka biasanya program tidak tepat sasaran, tidak tepat guna, dan tidak mengatasi masalah”, ungkap Allisa Wahid. Hal itu, lanjut Allisa, disebabkan oleh subyektivitas perancang program, fokus pada gejala, dan tidak berorientasi pada hasil. “Oleh karenanya, kita butuh perancangan program dengan metode yang tepat”, papar Allisa.
Menurut Allisa, sekurang-kurangnya terdapat tujuh indikator moderasi beragama, yaitu adil, berimbang, cinta tanah air, toleran, non-kekerasan, dan ramah tradisi. “Moderasi beragama harus menjadi cara berfikir, bersikap, dan berperilaku setiap warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga meraih pada tujuan yang diharapkan, yakni masyarakat Indonesia yang damai, rukun, dan toleran”, ungkap Allisa.
Agar rancangan proram moderasi beragama itu tepat maka perlu dilakukan transformasi: dari formalistik menjadi berorientasi pada kebutuhan masyarakat; dari pasif menjadi aktif-responsif; dari berjarak menjadi di tengah-tengah masyarakat;dari periferal menjadi poros gerakan; dan dari orientasi aktivitas menjadi orientasi hasil. Demikian kata Allisa Wahid. Kegiatan diskusi dihadiri oleh beberapa Kepala Subdit, Kepala Seksi, dan anggota Tim Pokja Moderasi Beragama di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.(Wendi/Hik)
Bagikan: