Bandung (Pendis) - Perhelatan 1st International Media, Digital Culture and Religion Congress yang diselenggarakan di Kayseri, Turki sejak Jumat-Sabtu, 26-27 April 2024.
Acara yang dihadiri dari berbagai akademisi, turut hadir akademisi Indonesia, yang merupakan Dosen Ilmu Komunikasi (Ilkom) Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati dengan mempresentasikan tulisan tentang “Understanding Digital Religion as Communicative Figurations: How Religious Authority Crafted on Social Media”.
Kongres tersebut diselenggarakan Universitas Erciyes, Kementerian Budaya dan Pariwisata Turki, Radyo ve Televizyon Üst Kurulu (RTÜK), UNESCO, dan Komisi Independen Hak Asasi Manusia Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Pembukaan kongres dihadiri Wakil Rektor Universitas Erciyes, Hakan Aydin, beberapa anggota parlemen, pihak Kementerian Budaya dan Pariwisata Turki, Wakil Direktur RTÜK, perwakilan OKI dan beberapa pembicara dan juga peserta dari seluruh dunia dan digelar secara hybrid dengan salah satu agenda utama membahas isu terkait media digital dan Islamofobia.
Universita Erciyes sendiri merupakan salah satu universitas terkemuka Turki dalam bidang media dan agama dan memiliki Pusat Penelitian Media dan Agama sejak 2018.
Beberapa pembicara dari berbagai negara hadir dalam kesempatan tersebut yaitu Moch Fakhruroji (Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Indonesia), Hacı Ali Açıkgül (Ministry of Justice and OIC-Independent Permanent Human Rights Commission), Jörg Matthes (University of Vienna, Austria), Dr. Sakleen Javed – OIC-Deputy Executive Director of the Secretariat of the Independent Commission of Human Rights), Noureddine Miladi (Sultan Qaboos University, Oman), Shener Bilalli (International Balkan University, New Macedonia), Shukran Bin Abd Rahman (International Islamic University, Malaysia), dan Sofya Ragozina (Russian Academy of Sciences).
Dalam kesempatan kongres tersebut, selain menyampaikan gagasan tentang pentingnya kajian terkait Islamofobia, Moch Fakhruroji juga menyampaikan tentang program pengarusutamaan moderasi beragama di Indonesia, serta berbagai dinamika keberagamaan di Indonesia dalam kaitannya dengan perkembangan teknologi informasi.
Kongres ini dapat menjadi salah satu wahana untuk memperluas kerjasama penelitian dan pengembangan kajian dalam konteks global.
Mang Ozie sapaan akrabnya mengungkapkan, “Islamofobia merupakan fenomena yang seringkali tumpang-tindih dengan xenofobia, yakni perasaan cemas atau tidak nyaman bahkan terancam atas keberadaan orang-orang dengan latar-belakang agama atau budaya yang berbeda. Hal ini, tidak hanya disebabakan oleh doktrin keagamaan, tetapi juga oleh pemikiran bahwa agama berhubungan dengan wilayah geografis, misalnya dunia Arab identik dengan Islam, Eropa dengan Kristen dan seterusnya,” jelasnya, Senin (29/4/2024).
Sebagai pakar media baru dan digital religion, mengingatkan bahwa media sosial mungkin dapat memberikan tantangan baru terkait pertumbuhan gejala Islamofobia. “Oleh karena itu perlu pemahaman yang mendalam tentang pentingnya memanfaatkan media sosial sebagai upaya counter-narratives yang lebih kreatif konstruktif,” pungkasnya.
Bagikan: