Ada stigma di masyarakat yang menyebutkan bahwa siswa laki-laki dianggap lebih dominan dari pada siswa perempuan. Dalam artian, siswa laki-laki dipandang memiliki kemampuan lebih, baik dari segi intensitas belajar maupun hasil belajar, dari siswa perempuan. Namun, betulkan stigma tersebut?
Muhammad Nur, Hairunnisa, dan Siti Mariyah, ketiganya dosen STAI Miftahul Ulul, Tanjungpinang melakukan penelitian berjudul Studi Komparatif Intensitas dan Hasil Belajar Siswa Laki-laki dan Siswa Perempuan di Madrasah Se-Kota Tanjungpinang, mencoba membuktikan stigma yang berkembang di masyarakat tersebut. Adapun yang menjadi subyek penelitian adalah siswa kelas XI dan XII MAN Tanjungpinang dan MAS Miftahul Ulum, dengan sampel 211 siswa untuk mewakili sebanyak 229 siswa Madrasah Aliyah se-Kota Tanjungpinang.
Dalam penelitian yang didukung Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Dit PTKI) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama RI tahun anggaran 2018, Muhammad Nur dkk menggunakan analisis deskriptif dan uji t, dengan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan homogenitas sebagai teknik analisis data. Sementara teknik pengumpulan data menggunakan angket, dokumentasi, dan wawancara. Setidaknya ada dua data yang terkumpul dalam penelitian ini untuk membuktikan stigma tersebut, yaitu data hasil belajar dan data intensitas belajar.
Setelah dilakukan penelitian, maka ditemukan hasil bahwa rata-rata hasil belajar kognitif siswa laki-laki lebih kecil (71,50) dibandingkan nilai rata-rata siswa perempuan (74,26). Hal itu berbanding lurus dengan intensistas belajar siswa, dimana siswa perempuan memiliki nilai rata-rata intensitas belajar lebih tinggi (78,22) dari nilai rata-rata intensitas belajar laki-laki (77,66).
Meski demikian, hasil uji Anava menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan intensitas belajar (nilai signifikasinya 0.121 (Sig. >0.05; Ho diterima)) dan hasil belajar (nilai signifikasinya 0.121 (Sig. > 0.05; Ho diterima)) antara siswa laki-laki dan perempuan di madrasah se-kota Tanjungpinang.
Memang dalam aspek kognitif (intelektual), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan)—yang menjadi dasar penentuan prestasi atau hasil belajar- antara siswa laki-laki dan siswa perempuan terdapat ‘kecenderungan-kecenderungan’. Misalnya, dalam proses pembelajaran, pada proses kognitif, perempuan lebih ahli dalam kemampuan berbahasa dan berbicara dari pada laki-laki, dan di sisi lain laki-laki lebih tertarik terhadap kemampuan logika matematis dari pada perempuan.
Penelitian juga mengungkapkan, pada aspek afektif, motivasi siswa laki-laki dalam sebagain besar subjek pelajaran lebih rendah dari pada perempuan. Tetapi, dalam beberapa subjek pelajaran yang disukai siswa laki-laki seperti matermatika, sains, olahraga, dan mekanika, hasil belajar afektif mereka pada subjek ini cenderung lebih tinggi dari perempuan. Adapun pada aspek psikomotorik, pada proses pembelajaran siswa laki-laki cenderung memiliki potensi psikomotorik lebih baik dari perempuan karena kondisi fisiknya, terutama setelah pubertas.
Namun, secara umum tidak ada perbedaan yang besar antara siswa laki-laki dan perempuan dalam hal kemampuan kognitif. Perbedaan-perbedaan seperti kemampuan bahasa dan logika antara siswa laki-laki dan perempuan bersifat situasional, tergantung waktu dan tempat. Begitupun dengan perbedaan bentuk fisik dan kepribadian antara siswa laki-laki dan perempuan, itu juga tergantung pada etnis, ras, budaya, lingkungan, dan kelas.
Hal yang perlu digarisbawahi adalah, dalam proses pembelajaran perbedaan gender tidak mempengaruhi prestasi atau hasil belajar anak. Namun, perbedaan kemampuan kognitif, fisik, motivasi, self-esteem, aspirasi karier maupun hubungan interpersonal, dapat mempengaruhi hasil belajar seorang anak dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, sekolah atau guru harus bisa menangani ‘kecenderungan-kecenderungan’ tersebut, tanpa membedakan gender. Hal itu akan membantu mereka dalam proses belajar dan mendapatkan hasil belajar yang optimal.
Penulis: Muchlishon
Editor: Kendi Setiawan
Tags:
Bagikan: