Pada penelitian berjudul Londo Iha (Kawin Lari) dalam Pernikahan Adat Suku Mbojo-Bima; Menelusuri Konsep Londo Iha (Kawin Lari) dalam Perspektif Masyarakat Nitu Kota Bima Nusa Tenggara Barat, diungkapkan faktor-faktor penyebab terjadinya kawin lari.
Penelitian yang dilakukan oleh Masita dari Institut Agama Islam Muhammadiyah Bima, NTB pada tahun 2018 didukung oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI tahun 2018. Dalam penelitiannya yang melibatkan 13 narasumber masyarakat Nitu Kota Bima dengan teknik wawancara, Masita menemukan lima faktor penyebab terjadinya kawin lari (londo iha) di Nitu, Bima.
1. Status sosial
Status sosial di masyarakat menjadi faktor utama terjadinya kawin lari. Menurut temuan Masita, masyarakat Kelurahan Nitu ketika hidup di tengah-tengah masyarakat maka hal yang paling utama mereka pandang adalah status sosial. Siapa saja yang memiliki status sosial dan pandangan masyarakat bahwa keluarga tersebut terhormat maka harga menjadi sangat mahal ketika dalam proses pernikahan. Banyak masyarakat yang datang membantu tanpa disuruh, masyarakat datang bergotong royong mengerjakan kegiatan perkawinan. Semakin banyak kolega dan handai tolan, menjadi sangat disanjung dan disegani. Ketika ada orang lain yang akan menikahi mereka maka orang tersebut harus memiliki status sosial yang sama tingginya dengan mereka. Karena kalau mengambil dari status sosial yang lain maka tidak seharkat semartabat, sehingga akan dihina dan dilecehkan oleh anggota masyarakat yang lainnya.
2. Ekonomi Fakor kedua adalah ekonomi.
Masyarakat Kelurahan Nitu memiliki pekerjaan yang beragam. Ada yang menjadi Pegawai Negeri Sipil, guru, TNI, Polri, perawat, bidan, pedagang, dan lain-lain. Tetapi masyarakat setempat rata-rata paling banyak memiliki pekerjaan sebagai petani yakni petani jagung, petani kacang tanah, petani singkong. Keadaan alam dan iklim yang sangat bagus sehingga memungkinkan masyarakat melakuan bercocok taman seperti jagung, padi, kacang tanah, singkong. Masyarakat Kelurahan Nitu mengukur tingkat harkat dan martabatnya selain dari status sosial di atas atalah faktor ekonomi. Siapa yang paling banyak uangnya, siapa yang kaya, akan disegani dan dihargai. Karena dengan kekayaan tersebut, dia akan mapu membeli dan memiliki apa saja yang dia inginkan.
3. Faktor budaya dan tradisi
Masyarakat Nitu sangat kuat memegang teguh budaya dan tradisi. Walaupun zaman semakin maju, budaya dan tradisi tidak bisa dilupakan begitu saja. Dalam hal pernikahan, budaya dan tradisi yang masih kuat adalah menikah dengan yang masih garis keturunan misalnya dengan sepupu satu kali, sepupu dua kali dari ayah dan ibu. Hal yang jelas menjadi alasan adalah bahwa menikah harus yang diutamakan jika bagi mereka yang sudah sukses seperti mendapat pekerjaan sebagai PNS, TNI, Polri, dan lain sebagainya. Ketika ingin menikah harus pertama-tama mencari tahu dahulu keluarga sendiri apa ada yang layak untuk dinikahi. Jika tidak ada, barulah dicarikan orang lain atau yang mereka sebut dengan istilah kacampo angin ndai (menikah dengan keluarga sendiri). Hal itu diaksudkan agar hartanya terjaga dan tidak terbagi kepada orang lain. Mereka beranggapan dengan filosofi daripada pahamu dou tahojapu pahamu angi ndaimu (daripada memberi makan orang lain lebih baik memberi makan kepada keluarga sendiri).
4. Keturunan
Masyarakat di Kelurahan Nitu menyadari bahwa keturunan merupakan hal yang paling utama. Keturunan merupakan harta yang tidak ternilai harganya. Terkadang keturunan juga menjadikan pertumpahan darah jika memperebutkan warisan. Dalam hal pernikahan keturunan menjadi prioritas, karena jika menikah yang pertama dilakukan adalah mencari tahu tentang keturunan. Jika seorang laki-laki ingin menikah dan melihat ada perempuan yang layak untuk dinikahi maka yang pertama-tama dilakukan adalah laki-laki tersebut mencari tahu keturunan, keluarga, dan handai tolan apakah ia dari keluarga baik-baik ataukah ia dari keluarga tidak baik, ataukah ia dari keluarga sederhana dan miskin tetapi perilakunya sangat baik. Maka perempuan tersebut pasti akan dilamar oleh laki-laki tersebut. Tetapi, jika tidak baik, laki-laki tersebut akan mencari orang lain yang lebih baik.
5. Kekayaan
Harta merupakan ukuran kejayaan serta harkat dan martabat manusia di Nitu. Jika mereka memiliki harta dan kekayaan yang melimpah, semakin diakui dan disegani sebagai orang yang memiliki harkat dan martabat yang tinggi. Jika keluarga tersebut memiliki anak laki-laki dan anak perempuan, nilai tawarnya cukup tinggi dan tidak sembarangan orang yang akan meminangnya kecuali keluarga yang sama kaya dan seharkat dan martabat dengan mereka. Jika tidak maka keluarga tersebut akan malu dan dikucilkan oleh masyarakat karena mengambil yang bukan seharkat dan martabat dengannya.
Penulis: Kendi Setiawan
Editor: Kendi Setiawan
Tags: #kawin lari #Bima #Diktis #penelitian #Kemenag
Bagikan: