Penelitian Megga Ratnasari Pikoli, Suhendra, Baihaki Ulma, dan Dinda Ikhwati dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2018 yang didukung Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Dit PTKI) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama RI tahun anggaran 2018 disebutkan data berupa jumlah koloni fungi dari hasil uji antagonisme, serta luas, warna, dan wangi gubal yang terbentuk, dianalisis secara deskriptif.
Sementara itu, hasil GC-MS disajikan dalam tabel yang berisi macam komponen dan persentasenya. Data kemampuan inokulan dalam membentuk gubal, disajikan secara deskriptif. Hasil isolasi fungi yang diperoleh dari tiga sampel tanah di sekitar pohon gaharu adalah 18 isolat, berdasarkan perbedaan morfologi koloni. Namun, tidak seluruh isolat dicoba untuk diproses lebih lanjut sebagai inokulan.
Kemudian dilakukan pengamatan koloni, untuk memperoleh perwakilan dari ketiga sampel tanah sumber isolasinya. Penggunaan sampel tanah di sekitar pohon gaharu mengikuti yang mengisolasi bakteri dan fungi dari pohon A malaccensis dan tanah di sekitarnya.
Berdasarkan besar koloni dan kemantapan pertumbuhannya, seperti besarnya koloni pada DRBC agar, dipilih tiga isolat fungi yang akan menjadi kandidat inokulan. Kandidat yang terpilih adalah dengan kode SP1, SP2
Selanjutnya ketahanan fungi terhadap pH medium, pada umumnya inokulan gaharu yang diaplikasikan oleh banyak peneliti atau praktisi adalah berbentuk cairan masam atau pH rendah. Oleh karena itu, keempat isolat fungi diperiksa kemampuannya dalam beberapa pH yaitu 4,5, 5 dan 5,5.
Kondisi masam dibuat dengan penambahan cuka masak pada medium PDB hingga tercapai pH yang diinginkan. Biomassa yang dihasilkan ditimbang setelah dikeringkan. Dengan menggunakan isolat-isolat SP1 dan SP2 sebagai wakil dari keempat isolat kandidat, biomassa fungi menunjukkan berat yang tidak berbeda signifikan dengan kontrol.
Kontrol merupakan biomassa fungi pada medium PDB yang tidak diatur pHnya, atau memiliki pH sekitar 6. Hasil ini menunjukkan bahwa isolat-isolat ini dapat bertahan dalam kondisi masam dan dapat digunakan sebagai kandidat inokulan.
Sementara itu, hasil perbanyakan inokulan dalam ekstrak gaharu nantinya harus dapat bertahan dalam kondisi lingkungan di dalam batang gaharu. Oleh karena itu, dilakukan pengujian atau pengayaan menggunakan medium PDB yang diberi ekstrak gaharu, yaitu 4% dan 6%.
Setelah dikocok selama lima hari, terbentuk pelet fungi di dalam medium. Secara kualitatif, pelet yang terbentuk lebih banyak di dalam medium dengan 4% gaharu daripada yang 8%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan ekstrak yang tinggi menekan pertumbuhan fungi.
Konsentrasi ekstrak gaharu yang ditambahkan dalam inokulan adalah 4% ataupun kurang daripada itu, agar fungi inokulan teradaptasi pada lingkungan berupa gaharu. Kemudian, hasil identifikasi fungi diidentifikasi secara molekuler dengan melakukan analisis sekuen DNA pada internal transcribed spacer (ITS). Hasil identifikasi tersebut setelah dicocokkan dengan data DNA di genbank dapat dilihat.
Tidak ada satu pun dari keempat isolat yang merupakan Fusarium, fungi yang seing disebut dalam berbagai literatur merupakan fungi pembentuk gubal. Namun demikian bukan berarti Fusarium tidak ada di antara 18 isolat yang diperoleh, prosedur seleksilah yang menyebabkan keempat isolat menjadi terpilih untuk dicoba sebagai inokulan pada penelitian kali ini.
Semua isolat menunjukkan query cover 100% dari sekuen yang diperoleh. Hal ini menunjukkan seluruh sekuen ITS yang diamplifikasi dengan ITS1/ITS4 dapat dibandingkan secara lengkap dengan sekuen referensi di genbank. Semua isolat menunjukkan similaritas yang tinggi dengan sekuen referensi, terutama solat-isolat SP2, SP3-1 dan SP3-2 memiliki similaritas 100% dengan sekuen referensi yang merupakan type material. Hal ini menunjukkan bahwa identitas yang diketahui tersebut dapat dipercaya.
Gubal Tetap Bernilai Ekonomi Meski Warna dan Wangi Tidak Berbanding Lurus
Kesimpulan dari penelitian gubal itu yakni untuk memperjelas bagaimana peran inokulan dari semua perlakuan, telah dihitung pertambahan kali lipat dimensi gubal dari bulan pertama ke kedua. Hasilnya menunjukkan bahwa inokulan ekstrak mikroalga bertambah tidak sepesat inokulan fungi, terutama perlakuan fungi E dan H, yang diperankan oleh SP2.
Sementara itu, hasil pembauan wangi gubal menunjukkan inokulan ekstrak mikroalga merupakan yang potensial, meskipun dari hasil pertambahan dimensi gubal tidak setinggi dari inokulan fungi Hasil ini menunjukkan bahwa kuantifikasi gubal dapat menambah segi ekonomi gubal hanya jika disertai dengan kualitas wangi yang baik pula.
Skore wangi yang melebihi angka rata-rata 2 menunjukkan potensi wangi gubal ini lebih tajam daripada gubal standar. Sementara itu, warna gubal tidak selalu berbanding lurus dengan wangi gubal. Hal itu diketahui dari warna gubal yang terbentuk dari formula N dan O (ekstrak mikroalga) yang memiliki wangi dengan skore tinggi tapi warnanya tidak segelap warna gubal dari inokulan lain.
Demikian pula gubal yang terbentuk dari inokulan formula G (kombinasi Aspergillus tritici SP1 dan Aspergillus stromatoides SP3-2), berwarna coklat atau kurang gelap dibandingkan dengan kontrol positif (formula M atau inokulan PEGATRI), namun memiliki skor wangi yang menyerupai kontrol positif.
Sehingga, kesimpulan akhirnya adalah pertama, formula inokulan yang diajukan dapat menginduksi pembentukan gubal, yang terdiri atas empat isolat fungi dan ekstrak mikroalga. Kedua, formula yang paling menjanjikan dari segi pertambahan dimensi gubal, adalah E dan H, yaitu isolat fungi Penicillium rubidurum SP2. Namun demikian, dari skor wangi gubal, formula yang paling menjanjikan adalah G (kombinasi Aspergillus tritici SP1 dan Aspergillus stromatoides SP3-2), serta formula N dan O yang berisi ekstrak mikroalga.
Dan ketiga, kualitas wangi gubal yang dihasilkan dari formula tersebut (Kesimpulan 2) kurang lebih sama dengan wangi gubal standar, berdasarkan skor wangi.
Penulis: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan
Tags:
Bagikan: