Oleh : Fauzi
Guru Besar/Wakil Rektor I UIN Prof. K. H. Saifuddin Zuhri Purwokerto
Salah satu pesan penting yang disampaikan Penasihat Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Agama RI, Eny Retno Yaqut, dalam Puncak Gebyar Pendidikan Agama Islam Taman Kanak-kanak (PAI TK) di Serpong, Tangerang Selatan, Kamis (5/10/2023) adalah kehidupan moderasi beragama di Indonesia perlu digencarkan dan ditanamkan sejak usia dini. Tujuannya agar kelak bangsa ini menjadi kian harmonis karena ketegangan-ketegangan yang bernuansa agama bisa dicegah oleh generasi ke depannya.
Pernyataan ini perlu kita catat dengan baik. Kita fokus realisasikan segera karena di usia dinilah segala hal harus mulai ditanamkan. Tidak terkecuali pemahaman terhadap moderasi beragama. Kenapa? Karena anak-anak kita adalah buah kasih sayang orang tuanya. Kasih sayang sebagai pondasi dasar moderasi beragama. Coba mari kita refleksikan bersama.
Pada mulanya kita adalah lelaki dan perempuan yang saling menyayangi. Lalu bersepakat untuk mewujudkan kasih sayang itu menjadi keluarga. Kasih sayang itulah yang menyatukan perbedaan suami dan istri. Kasih sayang yang tidak hanya menyatukan, tetapi juga meredakan berbagai potensi konflik karena perbedaan. Kasih sayang membuat kita sebagai suami dan istri terus bersama dalam dinamika perbedaan yang berpotensi konflik.
Tidak hanya itu, kasih sayang itu pula yang membuat kita sebagai suami dan istri bersepakat untuk melahirkan dan memiliki anak. Anak kita adalah buah kasih sayang yang membahagiakan atas keberhasilan kita dalam menyatukan perbedaan. Anak adalah hasil konsensus atas perbedaan yang dilandasi kasih sayang. Kelahirannya pun dinantikan dan selalu semakin meneguhkan kasih sayang yang mendamaikan keluarga.
Genetika anak sejak usia dini adalah kasih sayang. Kasih sayang inilah yang menjadi pondasi utama dalam menyelesaikan potensi konflik karena perbedaan. Kasih sayang yang menjadi tumpuan dalam moderasi beragama. Tidak heran jika menanamkan moderasi beragama terbaik adalah saat usia dini. Usia terbaik dalam menyerap segala materi belajar yang diberikan oleh lingkungan. Usia yang menjadi pondasi dasar dalam perkembangan kehidupannya kelak. Usia yang begitu dominan dengan potensi kasih sayang.
Hidupkan potensi kasih sayang anak usia dini untuk bisa menerima segala bentuk perbedaan. Tanamkan kasih sayang yang mengajarkan anak untuk bisa menyayangi semua orang di sekelilingi, termasuk orang-orang yang berbeda agama. Dari sinilah, kita sedang membentuk dan membangun generasi moderasi beragama yang sesungguhnya. Generasi yang sejak usia dini sudah bisa mengekspresikan dan mengaktualisasikan moderasi beragama melalui sikap kasih sayangnya.
Dengan apa kita menanamkan kasih sayang dalam moderasi beragama pada anak usia dini? Tentu saja dengan bermain. Bermain yang menyenangkan, penuh dengan suasana riang gembira. Suasana riang gembira inilah yang disampaikan oleh Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI, M. Ali Ramdhani, bahwa “mempraktikkan moderasi beragama sejak kecil tepat karena hakikatnya mencintai Indonesia dengan riang gembira” (Laman Kemeng.go.id). Bermain yang mampu mengorganisasi tubuh dan pikiran bergerak. Bergerak dalam mengekspresikan puncak-puncak kecerdasan anak. Bergerak yang akan melatih dan mengkondisikan anak untuk bersikap yang dilandasi kasih sayang. Sikap moderasi yang kemudian akan dipraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari melalui bahasa kasih sayang.
Dari sinilah, anak-anak usia dini membutuhkan permainan yang mampu menanamkan pengetahuan dan nilai kasih sayang dalam bermoderasi beragama. Bermain yang perlu diorganisasi dalam kegiatan belajar di pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Bermain yang berisi tata aturan materi dan prosedurnya didesain berbasiskan moderasi beragama. Bermain yang sudah didesain kurikulumnya untuk anak usia dini yang ramah dan bernafas moderasi beragama.
Apakah itu sudah ada? Saya yakin sudah ada. Tinggal perjuangan untuk melatihkannya kepada guru, orang tua, dan tokoh masyarakat. Tujuannya agar visi moderasi beragama yang berlandaskan kasih sayang ini bisa sampai ke anak-anak usia dini. Bisa dipahami dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebab jika itu terjadi, jika sejak usia dini anak-anak kita sudah bersikap moderat dalam beragama, maka kehidupan beragama masyarakat kita ke depan akan semakin bertambah kuat, hebat, dan bermartabat. Inilah harapan besar yang disampaikan Penasihat Dharma Wanita Persatuan (DWP), Kementerian Agama, Eny Retno Yaqut. Tentunya, harapan besar kita semua.
Bagikan: