Pengembangan kurikulum berkelanjutan di semua jenjang dan jenis madrasah yang meliputi kurikulum MI dan MTs perlu terus dilakukan secara berkesinambungan. Dalam kurikulum ini madrasah harus memerhatikan muatan lokal dan materi nasional yang harus diajarkan dengan seimbang.
Upaya tersebut merupakan rekomendasi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Asep Jihad, Wati Susilawati, dan Ridha Abdullah pada tahun 2018 yang berjudul Pengembangan Model Daya Saing Global Madrasah Ibtidiyah (MI) di Jawa Barat.
Langkah kedua untuk mengembangkan madrasah yang perlu dilakukan adalah pembinaan profesi guru madrasah dalam bidang profesionalitasnya melalui pelatihan-pelatihan dan seminar-seminar. Adapun langkah ketiga, tulis para peneliti dalam penelitian yang didukung oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, adalah pengadaan dan pendayagunaan sarana dan prasarana madrasah secara maksimal.
Sebelumnya para peneliti menyebutkan madrasah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal di Indonesia yang secara resmi diakui oleh pemerintah. Dalam SKB Tiga Menteri Republik Indonesia tahun 1975 disebutkan bahwa status madrasah diakui sama-sederajat dengan sekolah umum yang setingkat. Sehingga siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) dapat pindah ke Sekolah Dasar (SD) di kelas yang sama. Dan ijazah yang dikelarkan oleh madrasah juga diakui sederajat dengan sekolah umum yang setingkat.
Kedudukan madrasah yang setara dengan sekolah umum ditegaskan dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-Undang ini disebutkan bahwa posisi madrasah sama dengan sekolah umum yang berciri khas Islam. Karenanya, posisi madrasah tidak dapat dipandang sebelah mata, madrasah harus diperlakukan sama dengan sekolah umum baik dalam prihal pelayanan, penghargaan dan bahkan daya saing siwa-siwinya.
Para peneliti yang mengambil lokasi penelitian di Jawa Barat, menungkapkan bahwa akhir-akhir ini madrasah cenderung dinilai tidak memiliki daya saing unggul. Sehingga, peminatnya berkurang, jumlah siswanya semakin sedikit dan bahkan ada sampai lembaganya ditutup.
Peneliti menilai peristiwa ini perlu segera disikapi secara serius oleh berbagai pihak guna menjaga eksistensi pendidikan madrasah itu sendiri. Menurut hasil penelitian mereka, pendidikan madrasah mengalami dekadensi peminat salah satunya disebabkan karena sarana-prasarana yang kurang mamadi dan kurangnya tenanga pengajar yang profesional.
Selain itu, juga disebabkan banyaknya lembaga MI yang dibangun berhimpitan dengan lembaga SD, sehingga para siswa lebih memilih SD yang fasilitasnya cukup, pengajarnya profesional dan Bantuan Operasional Siswanya lebih besar ketimbang MI.
Melihat kondisi ini, Asep, dkk, merasa perlu ada perombakan dan penyusunan kembali sistem madrasah, baik dari segi pelayanan, pengajaran, dan bahkan sistem pengelolaan madrasah itu sendiri.
Penulis: Ahmad Fairozi
Editor: Kendi Setiawan
Tags:
Bagikan: