Wacana Penghapusan Pekerjaan Rumah (PR)

Jumat, 31 Agustus 2018 11:22 WIB
Pendis

Wacana Penghapusan Pekerjaan Rumah (PR)

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) menggulirkan wacana penghapusan pekerjaan rumah (PR) bagi pelajar sebagaimana diberitakan dalam Jawa Pos tanggal 31 Juli 2018. Wacana Kementerian Pendidikan tersebut mendapat tanggapan berbagai pihak. Salah satunya, orangtua murid. Mereka menilai, wacana ini perlu dikaji lebih dalam sebagai salah satu alasan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia karena mereka berpendapat tugas pekerjaan rumah yang diberikan guru dapat meningkatkan daya nalar siswa.

Penulis melakukan penelitian kecil tentang Pandangan Orangtua Terhadap Kebijakan Rencana Penghapusan Pekerjaan Rumah (PR). Para orangtua yang menjadi responden tersebut dominan berada pada usia produktif yaitu 31-40 tahun, sebanyak 72,2% para orangtua menjawab bahwa anak-anak mereka suka/senang mengerjakan PR, dan sebanyak 66,7% dari para orangtua sepakat bahwa PR baik untuk perkembangan anak mereka, dan 61,1% para orangtua selalu membantu anak mereka ketika mengerjakan PR, 72,2% para orangtua menyatakan anak mereka tidak belajar ketika tidak ada PR.

Ketika ditanyakan tentang pandangannya terhadap wacana penghapusan PR, sekitar 55,6% para orangtua menyatakan ketidaksetujuannya dengan alasan: 1) PR dapat mendorong siswa untuk belajar lebih tekun, 2) Anak anak tidak ada kegiatan tugas di rumah, 3) untuk mengevaluasi anak apakah anak mengerti dengan pelajaran yang di berikan guru pada waktu jam pelajaran di sekolah dan 4) dapat membantu anak secara tidak langsung untuk mengulangi pelajarannya pada waktu di sekolah. Dari penelitian kecil diatas dapat ditarik kesimpulan, umumnya para orangtua menyatakan ketidaksetujuannya atas wacana penghapusan PR disamping mereka menyatakan ketidakidealan sekolah atau beragamnya kelengkapan fasilitas pendidikan di sekolah.

Wacana penghapusan PR ini meneladani negara yang dinobatkan sebagai negara dengan pendidikan terbaik di dunia yaitu Finlandia, disana mereka tidak memberikan pekerjaan rumah bagi siswanya. Semua pembelajaran dilakukan di sekolah hingga tuntas, hal ini dipercaya efekif bagi pembelajaran siswa. Di Finlandia tidak memberikan PR karena mereka ingin memberikan waktu bagi siswanya untuk relax, mengistirahatkan otaknya karena otak manusia juga membutuhkan waktu untuk beristirahat. Namun kita tidak dapat menerapkan sistem ini 100% pada Indonesia, karena pastinya ada perbedaan antara pendidikan dan siswa di Finlandia dan di Indonesia dalam hal pemberian PR.

Secara umum perlu dipahami bahwa bahwa pendidikan tingkat dasar dan menengah di Indonesia, terdiri dari dua bagian yaitu full day school dan half day school. Umumnya fasilitas sekolah berbasis full day school lebih lengkap dan lebih baik dibanding sekolah berbasis half day school. Perlu dipahami pula fungsi pemberian PR bagi siswa adalah : (1) Membiasakan anak untuk memprioritas tugas sekolah, (2) Anak bisa belajar untuk mengatur waktu secara efisien antara waktu belajar dan bermain, (3) Membangun inisiatif dan tanggung jawab, (4) Anak dapat mereview dan mengingat kembali pelajaran yang telah diajarkan di sekolah, (5) Anak akan terpicu untuk semakin banyak membaca dan mencari tahu (mengeksplorasi), (6) Sebagai wadah untuk mengecek pemahaman anak mengenai materi pelajaran, dan (7) Memantapkan pemahaman konsep dasar sehingga anak lebih siap untuk memahami materi pelajaran berikutnya.

Dengan beberapa uraian diatas maka disekolah dengan basis half day school yang fasilitas sekolahnya tidak lengkap dibanding full day school maka pemberian pekerjaan rumah (PR) bagi siswa dianggap lebih relevan untuk tujuan-tujuan diatas, sebaliknya sekolah dengan basis full day school maka pemberian pekerjaan rumah (PR) bagi siswa dianggap tidak relevan dan cenderung malah semakin membebani siswa.

Asep Sjafrudin
Bagian Data, Sistem Informasi, dan Hubungan Masyarakat


Tags:

Bagikan: