Jombang (Kemenag) — Kementerian Agama mendorong peran aktif santri sebagai pelopor nilai-nilai kemanusiaan dan penegak Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini tercermin dalam kegiatan Penguatan Kapasitas HAM bagi Santri yang digelar di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Rabu (11/6/2025), dengan menghadirkan Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej.
Dilansir dari Tebuireng Online, acara ini berlangsung di Aula Yusuf Hasyim, lantai 3 Gedung Pesantren Tebuireng yang diinisiasi oleh Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Timur, bekerja sama dengan civitas Ma’had Aly Hasyim Asy’ari. Hadir sebagai narasumber utama, Staf Ahli Kemenkumham bidang Penguatan Reformasi Birokrasi Prof. Dr. Rumadi Ahmad, M.Ag., serta Mudir Ma’had Aly KH. Ahmad Roziqi, Lc., M.H.I.
Dalam paparannya, KH. Ahmad Roziqi menjelaskan bahwa konsep HAM bukan hal asing dalam Islam. Ajaran kemanusiaan telah tertanam dalam Al-Qur’an, hadis, serta praktik para ulama terdahulu.
Menjalankan hak asasi manusia sejatinya adalah bagian dari ibadah. Rasulullah SAW telah mencontohkan toleransi, penghargaan terhadap martabat manusia, bahkan terhadap non-Muslim. Ini bukti bahwa Islam sangat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan,” jelasnya di hadapan ratusan santri dan mahasantri.
KH. Roziqi mengutip Surat Al-Isra’ ayat 70 yang menyatakan bahwa manusia dimuliakan oleh Allah dan diberi kelebihan dibanding makhluk lain. Hal ini menunjukkan bahwa penghormatan terhadap sesama manusia adalah prinsip utama dalam Islam.
Lebih lanjut, ia menyebutkan pentingnya ilmu sebagai pilar pemuliaan manusia. Dalam Surat Al-Mujadalah ayat 11, Allah menegaskan keutamaan orang berilmu. Maka, menurutnya, pesantren adalah ruang yang ideal untuk menumbuhkan kesadaran kemanusiaan berbasis keilmuan.
KH. Roziqi menutup forum tersebut dengan mengajak para santri untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dan kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari. "
Jika dunia mengenal HAM melalui Deklarasi Universal HAM 1948, maka umat Islam sudah mewarisi nilai-nilai tersebut jauh sebelumnya, melalui nash-nash suci dan teladan Rasulullah SAW yang kemudian diteruskan oleh para kiai kita,” pungkasnya.
Sementara itu, Prof. Rumadi Ahmad menyoroti pendekatan hukum HAM dalam konteks Indonesia yang multikultural. Ia menegaskan bahwa prinsip-prinsip dasar (ushul) syariat Islam selaras dengan nilai-nilai HAM. Namun, dalam praktik (furu’), diperlukan pendekatan kontekstual agar tidak bertentangan dengan semangat kebangsaan.
“Indonesia mengembangkan pendekatan yang integratif dalam hukum HAM. Meskipun berbeda latar belakang agama dan budaya, nilai-nilai kemanusiaan tetap menjadi fondasi bersama. Maka perlu ada peran aktif santri untuk menjadi penggerak transformasi, bukan hanya sebagai objek,” ujarnya.
Prof. Rumadi juga mengajak para santri untuk meneguhkan identitasnya sebagai agen perubahan.
“Santri harus jadi subjek—bukan sekadar objek. Dalam bahasa nahwu, tidak cukup jadi maf’ul, tetapi harus jadi fa’il. Artinya, santri harus mengambil peran strategis dalam membela dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan,” tegasnya.
Pesantren Tebuireng yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari sejak 1899 telah lama menjadi mercusuar perjuangan pendidikan dan kebangsaan. Semboyan beliau yang berbunyi "laa khaira fi ummatin idzaa kaana abnaa’uhaa jumalaa, wa laa tashluhu ummatun illa bil ‘ilmi" (Tidak ada kebaikan dalam suatu bangsa jika generasi mudanya bodoh, dan tidak ada kemuliaan bagi suatu bangsa kecuali dengan ilmu) menjadi semangat dalam menegakkan nilai HAM berbasis keilmuan.
Bagikan: