Atasi Kesenjangan Lulusan dan Lapangan Kerja

Atasi Kesenjangan Lulusan dan Lapangan Kerja

SEMARANG (Suara Merdeka)– Kesenjangan terjadi antara kompetensi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan kebutuhan dan pertumbuhan lapangan kerja. Hal itu disebabkan karena kebijakan pendidikan kejuruan belum kuat mengarah pada pengintegrasian pendidikan dan pelatihan ke arah pendidikan berkelanjutan. Lembaga pendidikan kejuruan masih banyak yang berorientasi pada pengajaran dan penilaian untuk mencapai kurikulum.

Bukan menuju kemahiran kompetensi yang dituntut lapangan kerja. Hal itu diungkapkan Muhamad Burhan Rubai Wijaya dalam ujian terbuka penelitian disertasinya. Burhan adalah dosen Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang (Unnes). Dia berhasil mempertahankan hasil penelitiannya dan meraih gelar doktor usai ujian terbuka, Kamis (26/2).

Ia mengembangkan model Manajemen Teaching Factory untuk mengatasi kesenjangan tersebut. "Kesempatan siswa untuk praktik industri kurang. Perbaikan kualitas pendidikan kejuruan harus dilakukan untuk meningkatkan kompetensi sebagai calon tenaga kerja," kata Burhan.

Model yang dikembangkannya lebih menekankan pada proses pengelolaan manajemen pembelajaran di ruang pelatihan praktik berorientasi bisnis. Serta produksi berdasarkan prosedur dan stanndar kerja di dunia usaha dan industri secara nyata. Dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Pelatihan yang diberikan didasarkan pada pekerjaan yang akan dilakukan siswa di tempat kerja, saat melakukan praktik kerja industri. Burhan menyebut model yang dikembangkannya dengan Model Manajemen TEFA Procom Cakep. Budaya Mutu Burhan telah menguji modelnya pada sejumlah SMK di Semarang. Di antaranya SMK 1 Semarang, SMK 4 Semarang dan SMK 7 Semarang.

Hasil ujinya menunjukkan efisiensi dan efektivitas model dalam peningkatan kompetensi keahlian siswa. Sebetulnya, teaching factory merupakan program Dinas Pendidikan untuk sekolah kejuruan. Yakni pendekatan proses pembelajaran di sekolah menengah kejuruan berbasis industri.

Namun, program tersebut belum dilaksanakan dengan manajemen yang baik dengan menilik kebutuhan siswa dan kebutuhan industri serta dunia usaha. Pendekatan model Burhan juga diharapkan mendorong terciptanya budaya mutu di sekolah, menciptakan budaya industri di sekolah, diversifikasi sumber daya keuangan sekolah, wahana kreativitas dan inovasi siswa serta guru. Selain itu juga sarana pengembangan kewirausahaan di sekolah, tempat magang, dan penampungan lulusan yang belum mendapat pekerjaan di dunia industri atau dunia usaha. Tim penguji menilai penelitian Burhan sangat memuaskan. Burhan lulus dengan indeks prestasi kumulatif 3,88. (H89-95)


Tags: