Prof. Syamsul Huda saat memberikan orasi terkait pendidikan di Pesantren Tebuireng Jombang, Rabu (26/07/2023).

Prof. Syamsul Huda saat memberikan orasi terkait pendidikan di Pesantren Tebuireng Jombang, Rabu (26/07/2023).

Kediri (Pendis)--IAIN Kediri kembali menambah guru besar dengan dilaksanakannya prosesi pengukuhan guru besar Prof. Dr. Syamsul Huda, M.Ag. Prosesi pengukuhan yang dilaksanakan pada Rabu (26/07/2023) di Auditorium Perpustakaan Lantai IV IAIN Kediri ini berlangsung meriah nan haru.

Prof. Syamsul Huda merupakan guru besar keenam IAIN Kediri. Pada orasi ilmiahnya, beliau membahas arah pendidikan Pesantren Tebuireng pada masa peralihan generasi kedua ke generasi ketiga, yakni pada masa kepemimpinan Salahuddin Wahid, dalam perspektif filsafat Hukum Tiga Tahap Auguste Comte.

Pria kelahiran Jombang ini menyebutkan bahwa ketertarikannya untuk meneliti hal tersebut dikarenakan adanya kegelisahan akademik saat berziarah pada tahun 2007. Ia bertanya-tanya bagaimana apabila suatu pesantren dipimpin oleh seorang doktor, insinyur, arsitek, yang juga menyandang gelar kiai haji.

Sementara di sisi lain, manusia, baik dari sisi individu maupun sosial berkembang pada tiga tahap yakni teologi (ketuhanan), metafisik (rasional), dan positif keduniaan. Sehingga pada tahun 2016, Prof. Syamsul melakukan observasi, melihat dokumen-dokumen yang ada, dan melakukan wawancara dengan pimpinan Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.

Hasilnya, diketahui bahwa ada beberapa tahap yang dilalui yakni tahap theologis yang bersumber pada Tuhan serta tahap rasional yang mulai mengajarkan para santri ilmu pengetahuan rasional dan teknologi.

Untuk memahami Al-Qur’an dan al-Hadits, ditawarkan pendekatan saintifik melalui SMA TrenSains, yakni jenjang pendidikan yang secara khusus mengkaji chemistry/senyawa antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan, sehingga agama dan ilmu pengetahuan tidak hanya integrasi tetapi juga interaksi.

Selain itu, pendidikan pada masa peralihan tersebut juga melalui tahap positif. Yakni ketika Salahuddin Wahid sekalipun aktif dan sibuk dalam mengurusi pesantren, beliau tetap bekerja sebagai petani dan pedagang. Oleh karenanya, beliau melakukan inovasi dan kreasi sesuai dengan konteks dan zamannya agar santri punya jiwa entrepreneur.

Rektor IAIN Kediri, Wahidul Anam, menyebut bahwa salah satu poin penting dari apa yang disampaikan Prof. Syamsul dalam orasinya adalah bahwa dalam pengembangan pendidikan Islam ini beliau menolak dikotomi pendidikan.

“Semua ilmu adalah ilmu agama. Sumber ilmu adalah Alquran dan Sunnah. Tentu ini (dikotomi) harus kita kikis karena banyak di antara kita masih punya konsep dikotomi keilmuan seperti ini,” tutur Wahidul Anam.

“Oleh karena itu saya berharap kehadiran Prof Syamsul di IAIN Kediri ini dapat mengikis dan memberikan pemahaman kepada khalayak umum bahwa semua ilmu itu adalah ilmu agama,” imbuhnya.

Di akhir sambutannya, Wahidul Anam juga menegaskan bahwa IAIN Kediri yang akan segera bertransformasi menjadi UIN Syekh Wasil ini akan meneguhkan bagaimana dikotomi keilmuan ini dapat kita kikis bersama-sama. Begitu juga antara ilmu umum dan agama itu dibangun, sehingga integrasi keilmuan dapat utuh tidak terpotong-potong.