Direktur Jenderal Pendidikan Islam, M. Ali Ramdhani saat memberikan Arahan

Direktur Jenderal Pendidikan Islam, M. Ali Ramdhani saat memberikan Arahan

Bandung (Pendis) - Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) merupakan pengembangan sistem komputer yang mampu melakukan tugas-tugas kecerdasan manusia. Pengembangan AI terus berkembang dan menjadi semakin penting dalam berbagai bidang, terutama dalam dunia pendidikan. 

Untuk itu, sebagai seorang dosen, tenaga kependidikan dan civitas akademika harus terus mengikuti perkembangan peradaban yang semakin maju.

Demikian diingatkan Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Muhammad Ali Ramdhani dalam Pembinaan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung dalam menghadapi Tantangan Dosen dan Tenaga Kependidikan dalam menghadapi Era AI, Kamis (02/11/2023).

AI dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kemampuan individu mahasiswa, namun dosen juga dapat memanfaatkannya untuk menyediakan konten pembelajaran yang disesuaikan. 

"Ini memungkinkan setiap mahasiswa kita dapat belajar pada tingkat dan gaya yang paling sesuai untuk mereka, dan tantangan kita harus dapat menyesuaikannya," ujar Ramdhani.

Namun, kata Ramdhani, tentunya dengan banyaknya kemudahan di era AI saat ini, selalu akan ada dampak negatif dari setiap penggunaannya. Menurutnya, penting untuk mengelola penggunaan teknologi dan AI dalam pendidikan dengan bijak, memaksimalkan manfaat positifnya sambil mengatasi potensi dampak negatif. 

"Teknologi dan AI adalah alat yang dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran, tetapi harus digunakan dengan pertimbangan yang matang," katanya.

Ramdhani menceritakan dalam setiap era yang dialami dalam dunia pendidikan, guru memiliki tugas dan fungsi yang berbeda. Ketika masuk pada era Era 1.0 (Era Industri), era ini merujuk pada zaman industri awal, di mana pendidikan berpusat pada pemberian pengetahuan dasar kepada siswa. 

"Peran guru dalam era ini lebih bersifat otoriter dan transmisif. Guru berperan sebagai sumber informasi utama, dan siswa memiliki peran pasif dalam menerima pengetahuan. Guru mengajar melalui ceramah dan penugasan, dan evaluasi siswa didasarkan pada tes dan ujian," terang Ramdhani.

Kemudian, lanjutnya, era 2.0 yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi dan internet. Guru dalam era ini mulai berperan sebagai fasilitator pembelajaran. Guru membantu siswa mengakses dan mengelola informasi melalui teknologidan lebih terbuka terhadap ide-ide dan inisiatif siswa. 

Berikutnya, Era 3.0 yang menekankan pada pengembangan pemahaman yang lebih mendalam, pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir kritis. Guru dalam era ini berperan sebagai kolaborator, membimbing siswa dalam eksplorasi pengetahuan dan pemecahan masalah. 

"Disini, guru mendorong diskusi dan kerja kelompok, serta memberikan umpan balik yang mendukung perkembangan siswa," tukasnya.

Pada Era 4.0 yang dikaitkan dengan penggunaan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan, realitas virtual, dan teknologi terkait lainnya dalam pendidikan. Guru dalam era ini berperan sebagai panduan yang membantu siswa menguasai keterampilan berbasis teknologi, berpikir kritis, dan berkolaborasi. 

"Namun tantangan guru disini juga harus membantu siswa memahami dampak etika dan sosial dari teknologi," imbaunya.

Peran guru, jelas Ramdhani pada akhir pembinaannya, berkembang seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi. Dalam Era 4.0, peran guru semakin kompleks, mengintegrasikan teknologi canggih dengan praktik pembelajaran yang lebih mendalam dan berfokus pada keterampilan yang relevan untuk masyarakat yang terus berubah.