Direktur Jenderal Pendidikan Islam saat membuka kegiatan Evaluasi Roadmap Reformasi Birokrasi Kementerian Agama

Direktur Jenderal Pendidikan Islam saat membuka kegiatan Evaluasi Roadmap Reformasi Birokrasi Kementerian Agama

Bogor (Pendis) - Rencana aksi dalam menyusun Roadmap Reformasi Birokrasi Kementerian Agama perlu menggunakan perangkat cerdas atau SMART tools. SMART tools ini merupakan sebuah akronim yang terdiri dari kata Spesifik, Measurable, Achievable, Relevan dan Time bound (SMART).

Pesan ini disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Muhammad Ali Ramdhani dalam kegiatan Evaluasi Roadmap Reformasi Birokrasi Kementerian Agama : Penyusunan Perubahan Roadmap Reformasi Birokrasi Kementerian Agama Tahun 2020-2023.

Dalam hal ini, kata Ramdhani, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) memberikan aksentuasi pada 4 hal. Yakni, Pengentasan kemiskinan; Peningkatan investasi; Digitalisasi Layanan dan Daya dukung terhadap program strategis nasional.

"Saya berharap pemahaman kita terhadap peran, tugas pokok dan fungsi dari Kementerian Agama menjadi bagian penting dalam menyusun sebuah rencana-rencana aksi," ujar Ramdhani di Bogor, Rabu (24/05/2023).

Ramdhani menjelaskan perangkat dalam menyusun rencana aksi. Pertama, rencana aksi harus disusun dengan spesifik. Ia berharap rencana aksi yang dibangun adalah rencana aksi yang khas yang berkaitan dengan tugas pokok Kementerian Agama.

"Dalam menjawab hal terkait pengentasan kemiskinan,  kita dapat membangun terobosan agar warga bangsa bisa lepas dari kemiskinan tersebut melalui proses pendidikan," katanya.

Menurutnya, pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Pepatah cina mengungkapkan kalau engkau ingin berkesejahteraan bulanan makan tanamlah pagi, kalau kau ingin berkesejahteraan puluhan tahun maka tanamlah pohon, kalau kau ingin berkesejahteraan sepanjang masa maka tanamlah orang.

"Investasi yang dimaksud bagaimana menyimpan investasi-investasi hari ini sehingga memiliki makna terhadap kesejahteraan dan kemakmuran pada masa yang akan datang," ungkapnya.

Kedua, Measurable (terukur). Rencana aksi disusun dengan ukuran-ukuran yang sesungguhnya yang mampu menghadirkan sebuah pendidikan yang bisa menyapa masyarakat yang mungkin tidak beruntung secara ekonomi atau finansial.

Berikutnya, lanjut Dhani, Achievable (dapat dicapai). Program-program aksi bisa dilaksanakan berdasarkan kekuatan yang ada pada instansi. Yakni rencana aksi yang memiliki target atau capaian yang merupakan sesuatu hal yang realistis.

Ramdhani melanjutkan, hal berikutnya yang perlu diperhatikan dalam menyusun rencana aksi adalah Relevansi. Rencana aksi yang disusun harus cocok dengan tugas peran fungsi Kementerian Agama. "Semua yang dibahas harus relevan dengan apa yang kita kerjakan," tuturnya.

"Kami ingin membangun sebuah ekosistem pendidikan yang tidak hanya menyentuh anak-anak saja, namun bisa menyadarkan orang tua betapa pentingnya sekolah dan mendorong anak untuk sekolah dalam mempersiapkan mental serta fisik anak," sambungnya.

Dengan relevansi, katanya, reformasi birokrasi tidak sekedar pemenuhan terhadap kewajiban dari Kemenpan RB, tetapi kewajiban dari konstitusi.

Terakhir, Time bound. Waktu menjadi penting dalam memenuhi target yang direncanakan. Rencana aksi harus diatur kegiatannya dengan memperhatikan batas waktu atau target yang ditentukan.

"Reformasi birokarasi sesungguhnya pengokohan dari peran kementerian agama dalam menangani persoalan bangsa yang kemudian kita susun dalam roadmap perubahan reformasi birokrasi tahun 2023-2024," pungkas Ramdhani.