Workshop Pengelolaan Madrasah Inklusif di Tangerang (24-27/7/2023)

Workshop Pengelolaan Madrasah Inklusif di Tangerang (24-27/7/2023)

Tangerang (Pendis) - Gerakan peduli terhadap penyandang disabilitas sudah ada, yaitu adanya gerakan GEDSI (Gender, Equality, Disablitas, dan Inklusi Sosial). Gerakan ini sudah bergerak di lembaga pendidikan cukup lama. Hanya saja, sentuhannya belum terlalu terasa karena bisa saja adanya keterbatasan anggaran atau karena kurangnya koordinasi dan sosialisasi serta sinkronisai yang baik. 

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur KSKK Madrasah, Moh. Isom Yusqi pada acara Pembukaan Workshop Pengelolaan Madrasah Inklusif yang diselenggarakan di Kota Tangerang pada tanggal 24-26 Juli 2023. Acara yang diselenggarakan oleh Subdit Kelembagaan dan Kerjasama Madrasah ini mengundang para kepala madrasah penyelenggara pendidikan inklusif, tim EMIS, tim Inovasi dan Dit. KSKK. Kegiatan ini adalah untuk memperkenalkan aplikasi Profil Belajar Siswa (PBS) untuk siswa inklusif madrasah. Pertemuan ini juga sekaligus mencermati dan mengkritisi proses pendataan siswa inklusif pada PBS yang detail dan akurat.

“Madrasah sudah menyelesaikan beberapa regulasi terkait dengan pendidikan inklusif, dan telah bergerak lebih cepat ketimbang yang lain di Ditjen Pendis. Hal ini, disamping karena menjadi tagihan KSP (Kantor Staf Presiden) dan menjadi Perioritas Nasional, juga karena panggilan nurani untuk melayani semua anak bangsa tanpa diskriminasi. Oleh karenanya, proses pendataan ini perlu diseriusi, sehingga menjadi acuan dalam mengambil kebijakan” Ujar guru besar UIN Jakarta ini pada Senin, (24/7/2023).

Lebih lanjut, alumnus IAIN (UIN) Malang ini menambahkan bahwa untuk data madrasah sudah terbantukan oleh pendataan di EMIS. Namun, data penyandang disabilitas di madrasah dengan ragam difabelnya belum tergambar secara detail.  Oleh karenanya tujuan memperkenalkan PBS ini adalah membantu mendetailkan data yang ada di EMIS terkait dengan siswa inklusif. 

Isom menyatakan madrasah itu sudah inklusif dan tidak membeda-bedakan antara penyandang disabilitas dan siswa lainnya. Yang diharapkan adalah semua anak didik menyatu tanpa pembeda. Namun, hal itu membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung siswa penyandang disabilitas tersebut.

“Seandainya dalam satu madrasah ada siswa tuna rungu, tuna wicara dan ragam disabiltas lainnya, bagaimana gurunya dan sarananya? Ini yang perlu kita pikirkan Bersama. Nah, madrasah diminta memperbaiki data siswa inklusif agar mereka mempunyai hak yang sama dengan siswa yang lain. Data yang holistik adalah penting untuk memastikan difabel dapat mengakses haknya dan menjadi berdaya.” pungkasnya.

(Has)