Kisah Inspiratif Mahasiswa Katolik di UIN Alauddin Makassar: Menembus Batas Minoritas dengan Toleransi

Kisah Inspiratif Mahasiswa Katolik di UIN Alauddin Makassar: Menembus Batas Minoritas dengan Toleransi

Makassar (Pendis) - Katalinya L Tukan atau akrab disapa Katlyn Mahasiswa non Muslim yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.

Melalui wawancara khusus yang diterbitkan Tabloid Washilah Edisi 121, Mahasiswa Prodi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) itu menceritakan kisahnya kuliah di kampus berbasis Islam.

Dalam wawancara tersebut, Katlyn menjelaskan bahwa keputusannya untuk kuliah di UIN Alauddin Makassar didasari oleh kondisi ekonomi yang tidak memadai dan keinginannya untuk mengambil jurusan Ilmu Perpustakaan. 

Selain itu, Ia memilih UIN Alauddin Makassar karena biaya kampus yang terjangkau dan kedekatannya dengan kampung halaman, yang memungkinkannya untuk mudik saat liburan.

"Saya mengikuti dua seleksi masuk di dua perguruan tinggi negeri di Indonesia dan lolos kedua-duanya. Namun akhirnya memilih masuk UIN karena biaya kampusnya murah dan lebih dekat dengan kampung halaman, jadi kalau liburan bisa pulang kampung," kata Kitlyn seperti dikutip dalam Tabloid Washilah, Selasa (11/7/2023).

Lanjut Ketlyn, dirinya juga tertarik dengan Prodi Ilmu Perpustakaan di UIN Alauddin Makassar, karena ia ingin mengubah pandangan masyarakat yang menganggap pustakawan hanya menyusun buku di rak.

"Saya tertarik mempelajari Ilmu ini, agar dapat mengubah cara pandang masyarakat yang beranggapan bahwa pustakawan itu kerjanya hanya menyusun buku pada rak buku. Padahal tugas pustakawan lebih luas daripada itu," tuturnya. 

"Di sisi lain, saya juga melihat perpustakaan di daerah pelosok sangat miris sehingga memotivasi saya untuk mengambil Prodi tersebut untuk belajar bagaimana cara mengolah perpustakaan, walau harus ditempuh dengan keluar dari zona nyaman dan menjadi minoritas di kalangan mahasiswa muslim," tambahnya.

Dalam perjalanan awalnya di UIN Alauddin Makassar, Mahasiswi kelahiran Sukutukang Kabupaten Flores Timur itu menghadapi situasi menarik saat teman-teman kampusnya mengajak untuk sholat.

"Ketika PBAK dihadapkan dengan situasi yang cukup menarik, teman-teman mengajak sholat dan saya menjawab tidak sholat, sontak mereka mengatakan oh halangan ya, dan saya iyakan saja tanpa banyak bicara," bebernya.

Setelah itu, ketika Katlyn membuat tanda salib saat makan siang, mereka terkejut dan heran. Katlyn kemudian menjelaskan bahwa ia adalah seorang Katolik. 

"Ketika jam makan siang saya membuat tanda salib, mereka terkejut dan heran tetapi pada akhirnya saya jelaskan bahwa saya Katolik. Banyak moment dimana mahasiswa UIN kaget dengan keberadaan saya namun hal itu menjadi hiburan buat saya," jelasnya lagi.

Tentang tanggapan keluarganya, Katlyn menjelaskan bahwa awalnya terdapat pertimbangan pro dan kontra di kalangan keluarganya. Namun, ibunya memberikan izin dan mengatakan bahwa menuntut ilmu tidak selalu harus mengikuti agama orang lain. 

“Menuntut ilmu tidak selamanya kita harus mengikuti agama orang, persoalan agama ya agama kalau sekolah ya sekolah, intinya kita tahu cara menghargai perbedaan dan selalu mengasihi walau kadang kita dikecewakan,” ungkap Katlyn meniru pesan Ibunya.

Dalam menghadapi aturan-aturan di kampus, seperti aturan berhijab dan hafalan juz 30 saat pengajuan skripsi, Katlyn mengatakan bahwa pemakaian jilbab tidak diharuskan oleh pihak kampus. 

"Setahu saya berhijab dari pihak kampus tidak mengharuskan, waktu itu sebelum masuk proses perkuliahan saya dipanggil oleh ketua jurusan, disitu mereka kaget saya mengenakan jilbab dan mereka mengatakan bahwa mengapa harus mengenakan jilbab karena belum ada aturan terkait pemakaian jilbab oleh mahasiswi non Islam," imbuhnya.

Dalam menghadapi tugas-tugas di kampus, Katlyn mampu menyelesaikannya dengan baik. Ia mengerjakan tugas-tugas kelompok dengan teman-temannya dan mendapatkan bantuan dari teman-teman Muslimnya dalam memahami materi agama. 

"Kalau tugas-tugas, saya bisa mengerjakannya karena kadang diberikan dalam bentuk kelompok jadi bisa berdiskusi dengan teman, adapun kalau individu yang terkait dengan pelajaran Islam disamping saya mencari tahu lewat internet ada juga teman yang dengan sukarela menawarkan diri untuk membantu, jadi kalau soal tugas puji Tuhan selalu aman," tuturnya lagi.

Dia juga tidak diwajibkan menghafal Al-Quran dan Hadis, namun ia tetap menyimak penjelasan dari teman-temannya. Hal ini membuka kesempatan baginya untuk memperluas wawasannya tentang keanekaragaman di Indonesia.

"Saya tidak diwajibkan menghafal Alqur’an dan Hadits, mereka hanya menjelaskan maknanya saja dan tentunya saya menyimak setiap materi. Dan ini membuat punya nilai tambah yaitu dapat mempelajari materi jurusan dan mempelajari materi agama lain sehingga menambah wawasan tentang keberagaman yang ada di Indonesia," katanya.

Meskipun mengalami beberapa kendala selama kuliah, Mahasiswi Angkatan 2022 itu mampu menghadapinya dengan sikap yang positif dan terus berusaha beradaptasi.

Ia menghargai perbedaan dan belajar tentang keberagaman. Keberadaannya sebagai minoritas bukan menjadi hambatan, melainkan memberikan pengalaman unik dalam menjalin hubungan sosial di kampus. 

Dia juga merasa bersyukur telah mengenal banyak orang dan memahami makna toleransi melalui pengalaman di UIN Alauddin Makassar.


Tags: # uin