KOPI DAN GAJAH

KOPI DAN GAJAH

Oleh: Imam Safei

Ketika berkunjung ke Provinsi Lampung beberapa waktu yang lalu, sambil menikmati sajian kopi asli Lampung saya pengalaman dan pembelajaran yang menarik dan berkesan. Tentu ini bukan hanya terkait dengan minuman kopinya yang saya kira tidak jauh berbeda dibandingkan dengan rasa kopi di daerah-daerah lain.

Sebagai daerah yang juga terkenal dengan penghasil kopi, di mana-mana bisa kita dijumpai kedai-kedai kopi dengan pelbagai kekhasan dan variasi. Ada yang menyajikan hidangan minuman kopi yang siap saji dan ada pula yang menyediakan paket lengkap mulai bahan mentah berupa biji kopi maupun aneka bubuk kopi yang siap disedu untuk dinikmati.

Sebagai penikmat kopi, saya tidak sia-siakan waktu luang ini. Saya segera mengunjungi sebuah kedai kopi. Di tengah rintikan gerimis di musim hujan ini, saya terus menyisir jalan mencari kedai asri yang menarik hati.

Tidak pernah direncanakan, tidak pernah mendapat informasi sebelumnya, dan tidak ada bujuk rayuan siapapun, tiba-tiba sopir memberhentikan kendaraan dan singgah di sebuah kedai kopi. Pilihannya jatuh di sebuah kedai kopi meski tidak megah dan mewah tetapi terkesan indah dan asri. Saya juga tidak mengetahui motif pelanggan yang lain kenapa berkunjung di kedai ini. Inilah misteri rezeki, meski tidak pernah direncanakan tiba-tiba hati tergerak untuk berhenti mengunjungi. Ternyata Tuhanlah yang mengatur dan menggerakkan hati dan kaki dimana ia harus berhenti dan kemudian bertransaksi sebagai awal rezekinya pemilik kedai kopi. Ini makin memberikan keyakinan kepada kita bahwa Rezeki tidak pernah tertukar dan salah menghampiri.

Sama-sama kedai kopi sebagaimana yang pernah saya kunjungi, ternyata masing-masing beda yang ditawarkan, beda gaya yang menawarkan, beda penyajian dan juga beda gaya pelanggannya.

Dalam beberapa menit saja menikmati kopi, terdengar aneka pelanggan datang untuk memesan kopi. Ada yang pesan kopi tanpa gula, ada yang minta manis, ada yang minta jenis gula tertentu, ada yang minta encer dan ada pula yang minta kental. Sungguh penikmat kopi juga memiliki selera yang beragam.

Bahkan terdengar salah satu tamu yang pesan kopi berucap,
Mas, tolong buatkan kopi pahit dan kental.

Kata penjual kopi,
Kenapa ingin kental dan tidak mau manis?.

Kata pelanggan,
Kita minum kopi bukan untuk mengenakkan mulut tetapi untuk menyehatkan perut.

Dalam amatan sekilas saya, ternyata kondisi di kedai kopi sebenarnya juga mirip dengan kondisi di ruang kelas atau ruang kuliah dimana guru atau dosen sesungguhnya menghadapi peserta didik yang memiliki keragaman kebutuhan sesuai dengan keunikan dan kecerdasannya masing-masing.

Bedanya, kalau di kedai kopi semuanya berdasarkan pesanan pelanggan tetapi di depan kelas, murid atau mahasiswa tidak pernah ditanya apa kebutuhan dan ketertarikannya. Apa yang diberikan kepada murid dan mahasiswa adalah terserah keinginan gutu atau dosen yang direncanakan oleh guru dan dosen sesuai RPP.

Kondisi ini yang sering dikritik pemerhati pendidikan dengan meminjam slogan teh botol, Apapun makanannya, Teh botol minumannya. Apapun keragaman peserta didik semuanya diberikan materi yang sama. Disinilah pentingnya pendidik seharusnya memahami keragaman kecerdasan dan potensi peserta didik (Multiple Intelligence) sekaligus mengubah paradigma Guru dan Dosen yang hadir di depan kelas seharusnya bukan hanya Memberikan Informasi dari sejumlah mata pelajaran/kuliah, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mereka hadir untuk Mengembangkan Potensi atau Kecerdasan peserta didik.

Setelah menghabiskan secangkir kopi dan beberapa pisang goreng, saya ingin beranjak meninggalkan tempat karena tidak terasa sambil ngobrol-ngobrol sudah memakan waktu lebih satu jam duduk di kedai. Begitu mau pamitan, tiba-tiba penjual kopi bertanya;

Mumpung di Lampung, kenapa bapak nggak sekaligus jalan-jalan di Way Gambas Lampung Timur?

Ada apa yang menarik di sana? saya balik bertanya.

Ketika PGA dan SPG semua ditutup dilebur menjadi MA dan SMA, di sana sampai hari ini masih ada SPG, tukang kopi menimpali.

Saya penuh penasaran mencoba mengklarifikasi, Masa sekarang masih ada SPG mas?

Betul pak, tapi SPGnya bukan Sekolah Pendidikan Guru tetapi Sekolah Pendidikan Gajah jawabnya tersenyum tersipu-sipu.

Oalaaah mas mas, saya kira serius. Saya tadi penasaran dan berfikir, di tengah-tengah negara sedang serius menyiapkan guru profesional melalui PPG ternyata masih ada SPG yang dulu diidolakan oleh para calon guru, saya nimbali serius.

Kemudian saya melanjutkan pertanyaan sekaligus nge-test, jangan-jangan penjual kopi ini adalah guru juga yang merasa kesal karena ikut PPG beberapa kali tidak lulus UP nya. Memang ada hubungannya mas, antara Sekolah Pendidikan Gajah dengan lembaga pendikan khususnya LPTK? tanyaku serius kepada penjual kopi.

Ada dong pak. Bapak lihat saja, gajah dulu yang liar, ganas, tidak sopan, setelah disiapkan kurikulum yang bagus, diajar oleh para instruktur profesional yang ikhlas, gajah-gajah itu kini menjadi gajah yang baik, santun, tidak brutal dan menjadi bersahabat dengan kita, penjelasan yang luar biasa.

Sambil agak kagum mendengarkan jawaban penjual kopi, saya bergumam dan bersyukur mengucapkan Alhamdulillah, ternyata pembelajaran dan mutiara hikmah bisa kita dapatkan di mana-mana. Diamonds are forever and anywhere.

Semogabermanfaat.


Tags: