Mendidik Anak Patuh dengan Bernyanyi

Mendidik Anak Patuh dengan Bernyanyi

SUARA denting piano mengiringi psikolog terkenal Seto Mulyadi saat membuka seminar ”Yuk, Buat Anak Patuh Tanpa Kekerasan” yang diselenggarakan TK-SD PL Bernardus di Patra Convention Hotel Semarang, Sabtu (22/5). Kemudian secara spontan Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak yang akrab disapa Kak Seto ini turut mengajak peserta seminar yang kebanyakan guru dan orang tua siswa, bernyanyi dengan irama yang sedang mengalun.

Itulah yang dilakukan Kak Seto dalam membuka dan mengisi kegiatan tersebut. Ratusan orang yang berada di ruang Poncowati itu dibuat senang mengikuti seminar tanpa mengantuk dan jenuh. Dia mengatakan, sistem pendidikan harus menghargai kreativitas. Sebab, Intelligence Quotient (IQ) bukan segala-galanya. Orang tua juga harus memahami psikologi anak bahwa ada juga Creativity Quotient (CQ).

”Begitu juga untuk membuat anak patuh, selain harus memahami bahwa anak merupakan individu yang unik, orang tua atau guru juga perlu tahu cara menghadapi mereka yang membutuhkan kesabaran,” ungkapnya.

Tanpa Paksaan

Cara yang tepat adalah dengan mengerti bahwa dunia mereka adalah dunia bermain. Termasuk mengajak mereka belajar juga harus dengan cara yang menyenangkan dan tanpa paksaan.

”Belajar bisa di mana saja, salah satu langkah yang bisa membuat mereka senang adalah dengan bernyanyi. Coba siapa ibu atau bapak yang berada di sini yang suka bernyanyi,” tanya Kak Seto sore itu.

Mendidik atau mengajak anak bernyanyi adalah salah satu langkah untuk membuat mereka patuh tanpa melakukan kekerasan. Hal itu bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja, seperti membangunkan tidur, mengajak ke sekolah, hingga akan tidur kembali.

”Lagu yang dinyanyikan bisa apa saja, bahkan karangan bapak atau ibu sendiri juga tidak apa-apa, asalkan membuat anak senang dan semangat melakukan perintah-perintah itu,” tuturnya.

Anak selain tumbuh secara fisik, juga berkembang secara psikologis. Tidak bisa dulu sewaktu bayi tampak lucu dan penurut, sekarang pada usia empat tahun misalnya, tetap menjadi anak yang penurut. Hal itu tergantung pada fase perkembangan dan lingkungannya, sebab pada dasarnya anak-anak juga senang meniru orang di sekelilingnya, dengan melihat apa yang menjadi kebiasaan lingkungan.

Kak Seto menambahkan, orang tua dan guru dituntut bisa memberikan contoh-contoh keteladanan yang nyata akan hal-hal yang baik, termasuk bersemangat dalam mempelajari hal-hal baru. (Anggun Puspita-37)


Tags: