Menguji Integritas Guru-Siswa

Menguji Integritas Guru-Siswa

Tajuk Rencana - (Suara Merdeka) Babak baru ujian nasional akan dimulai 2015. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan akan mengubah model UN mulai tahun ini. Yang hangat dibicarakan : UN tidak akan menjadi penentu kelulusan dan kelulusan diserahkan sepenuhnya kepada sekolah masing-masing. Kebijakan ini direspons positif sejumlah pihak, namun ada kekhawatiran menyerahkan sepenuhnya ujian ke sekolah akan menurunkan kualitas pendidikan secara bermakna.

Selaras dengan undang-undang, memang guru yang berkompeten mengevaluasi dan mengambil keputusan kelulusan atau kenaikan kelas anak didiknya. Namun mantan Rektor Universitas Paramadina itu belum sepenuhnya yakin akan kualitas ujian di sekolah. Masih segar dalam ingatan, kasus heboh UN pada 2011.

Kepala sekolah menjadi inisiator kecurangan 345 siswa pada 8 SMA Gorontalo Sulawesi Selatan. Sejujurnya akar kecurangan ini rendahnya integritas siswa dan guru. Dalam beberapa tahun terakhir, kejujuran menjadi tema utama ujian nasional, namun belum membuahkan hasil menggembirakan. Kecurangan yang terus terulang senantiasa menghantui.

Kita seolah tidak menyadari, pencapaian setinggi apa pun jika diraih dengan cara-cara tidak jujur tidak bermakna dalam pendidikan. Ujian bukan hanya mengukur angka-angka keberhasilan transfer of knowledge melainkan menguji transfer of attitude and valuesyang tercermin dalam kejujuran meraih prestasi.

Di masa lalu, banyak pihak berkepentingan dengan raihan prestasi tinggi UN ; harga diri dan kinerja guru, sekolah, dinas pendidikan kabupaten/kota, termasuk para kepala daerah. Kini, saatnya kita mengetuk hati para guru, siswa, orang tua dan masyarakat untuk menyadari penyimpangan dalam ujian kontraproduktif dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan dan merusak pendidikan. Kejujuran menjadi tantangan utama UN.

Ini tanggung jawab seluruh elemen dengan pilar utama sekolah, terutama siswa dan guru. Memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada sekolah untuk melaksanakan UN, sekaligus menguji kesiapan guru-siswa menghadapi kurikulum pendidikan karakter pada 2018. Kita mendorong anak-anak secara positif mengevaluasi dan membangun kepercayaan diri ; ujian itu untuk kepentingan siswa bukan guru atau orang tua.

Maka, sekolah perlu menciptakan nuansa yang mampu menumbuhkan iklim pembelajaran budi pekerti, kegigihan dan daya juang siswa dalam menguji kemampuan dan potensinya. Kita berkeinginan membangun kesadaran berperilaku jujur melalui suatu gerakan masif untuk membangkitkan motivasi dan integritas siswa menghadapi UN.

Perilaku jujur tidak terbentuk dengan sendirinya. Bagaimana anak-anak bisa jujur, jika kita tidak menghargai dan memberi keteladan kejujuran? Nah, di sini peran vital guru dalam membantu membangun karakter anak didik. Jika para guru dan orang tua sungguh-sungguh mencintai anakanak, jadikan UN momentum untuk menguji integritas guru-siswa.


Tags: