pendapat guru ; Kecemasan dan Menyontek

pendapat guru ; Kecemasan dan Menyontek

Yogyakarta (KR)MENGHADAPI soal ujian dapat menyebabkan seseorang terbebani secara psikis. Tidak sedikit anak sekolah yang mengalami kecemasan berlebihan ketika ujian semakin dekat. Merasakan sedikit cemas menjelang ujian adalah normal. Bahkan, dengan sedikit rasa cemas dapat membantu mendorong semangat belajar dan menjaga motivasi belajar. Rasa cemas yang berlebihan bukan hanya tak membantu mendorong semangat belajar dan menjaga motivasi belajar, tetapi dapat mengganggu aktivitas belajar. Banyak hal yang dapat memunculkan rasa cemas yang berlebihan. Salah satu di antaranya orientasi negatif atas hasil ujian kelak. Merasa akan mendapat nilai jelek dan tidak lulus dapat menyebabkan kecemasan. Jika penyebab rasa cemas yang berlebihan adalah orientasi negatif atas hasil ujian, cara mengatasinya merubah orientasi tersebut dari negatif menjadi positif. Bersikap positif ketika belajar dapat mengurangi rasa cemas yang berlebihan. Berpikir tentang keberhasilan dan meninggalkan angan-angan tentang kegagalan adalah cara lain mengurangi kecemasan. Ujian sebagai suatu kesempatan menunjukkan seberapa sungguh-sungguh seseorang telah belajar adalah pola pikir yang perlu ditanamkan. Ada kalanya pola pikir yang demikian ini tidak mendapat perhatian. Seseorang menjadi malas belajar jika komitmennya rendah. Malas belajar menyebabkan tidak siap menghadapi ujian. Menyontek dijadikan jalan keluar atas ketidaksiapan menghadapi ujian. Dampak menyontek dan kecurangan-kecurangan lain, tidak sebatas ìmengatasiî ketidaksiapan menghadapi ujian. Dalam dunia pendidikan di sekolah, menyontek dapat merusak sendi-sendi pendidikan karakter yang paling esensial. Menyontek adalah perbuatan curang, tidak jujur dan tidak legal dalam memperoleh jawaban pada saat tes atau ujian. Ketika kejujuran terabaikan, malapetaka pendidikan sedang terjadi. Praktik kecurangan bernuansa mengabaikan kejujuran masih terjadi dalam dunia pendidikan kita. Dalam tiga tahun terakhir, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengidentifikasi tindak kecurangan dalam Ujian Nasional (UN) dalam bentuk pemetaan. Ada wilayah putih, hitam dan abu-abu. Dari warnanya, kita dapat memperoleh informasi, warna putih menunjukkan wilayah yang bersih dari kecurangan. Warna hitam menunjukkan wilayah yang terjadi kecurangan. Sedangkan, warna abu-abu menunjukkan wilayah yang tidak sepenuhnya bersih dari kecurangan. Dalam teori psikologi pendidikan, menyontek menunjukkan peserta didik tidak memiliki rasa percaya diri atas kemampuannya sendiri. Merasa bodoh, tidak dapat melakukan sesuatu hal tanpa dibantu. Menyontek juga dapat menimbulkan ketagihan. Sekali sukses menyontek, akan ada upaya mengulanginya pada lain kesempatan. Bukan tidak mungkin bagi yang sudah terbiasa menyontek menjadi ketergantungan. Lama-kelamaan menyontek menjadi kebutuhan. Ujian dipersepsikan sebagai ajang menyontek belaka. Akibatnya, nilai yang diperoleh tidak berpengaruh apapun terhadap kehidupan pribadinya. Jalan Keluar Sadar atau tidak, menyontek itu sama saja dengan berbohong. Tidak saja berbohong kepada guru dan orangtua, namun juga membohongi dirinya sendiri. Cetakan angka di kertas ujian dan rapor yang disebut nilai, tidak akan bernilai apa-apa bagi siswa yang bersangkutan. Angka-angka tersebut tidak cukup mampu menunjukkan potensi dan kompetensi kita yang sesungguhnya. Menyontek bukan jalan keluar mengatasi kecemasan menghadapi ujian. Satu-satunya jalan menghadapi kecemasan dalam ujian adalah mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh, belajar giat dan teratur. Mereview catatan sesaat setelah kegiatan pembelajaran secara rutin adalah langkah awal menghadapi ujian. Belajar menghadapi ujian tidak bisa dilakukan dengan spontan dan sesaat. Tidak banyak orang sukses ujian karena hanya belajar spontan dan sesaat. Karenanya, penjadwalan kegiatan belajar dan review materi pelajaran serta kegiatan-kegitan penunjang pembelajaran lainnya harus dilakukan. q - s *)Penulis, Guru BK SMK Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta


Tags: