Sarjana-sarjana Itu Lahir dari Balik Kemudi Bus

Sarjana-sarjana Itu Lahir dari Balik Kemudi Bus

JAKARTA, KOMPAS.com - Mengenyam pendidikan tinggi adalah impian semua anak bangsa. Namun, kendala biaya acapkali membuat anak-anak Indonesia terpaksa putus sekolah sehingga impian menjadi sarjana hanya menjadi isapan jempol belaka.

Kondisi perekonomian yang sulit menambah daftar panjang anak-anak putus sekolah. Padahal, di sekolah mereka diajarkan agar dapat menggantungkan cita-cita setinggi langit ibarat pepatah "raihlah ilmu hingga ke negeri China".

Semua itu terbantahkan pada sebuah keluarga Joko (59) dari Kota Semarang, Jawa Tengah. Joko merupakan seorang sopir travel jurusan Jakarta-Semarang. Ditemui di bilangan Matraman, Jakarta Timur, Joko menuturkan, dirinya telah banyak makan asam garam kehidupan selama menjalani profesinya sebagai sopir. Pekerjaan ini telah ia tekuni selama 28 tahun. Ia menuturkan, gaji seorang pengemudi memang kecil, tetapi ia tetap bersyukur karena anak-anaknya bisa sekolah ke jenjang yang tinggi hingga sarjana.

"Menjadi sopir bus malam menang gagah saja, tapi soal gaji sangat kecil. Pernah saya menerima gaji hanya Rp 45.000 per dua hari dua malam, saat dulu membawa bus malam, padahal sopir bus malam taruhannya nyawa," kata pria berkumis tebal tersebut dengan ramah.

Meskipun penghasilannya kecil, tetapi semangat dan cita-citanya dalam memberikan pendidikan terbaik untuk kelima putra putrinya patut diacungi jempol. Tiga anak perempuannya sudah lulus dari sebuah perguruan tinggi negeri ternama di Semarang dan sekarang sudah bekerja. Adapun dua anak laki-lakinya masih duduk di bangku STM dan SMP.

"Jelek-jelek begini, anak pertama saya lulus S2 Perikanan, anak kedua dan ketiga lulus S1, serta dua laki-laki masih di tingkat sekolah menengah dan SMP. Itu hasil dari jerih payah saya jadi sopir," kata Joko.

Joko menambahkan, menjadi seorang sopir bus bukanlah pekerjaan enak karena risikonya sangat besar. Lengah sedikit dan tidak konsentrasi dalam mengemudi, nyawa penumpang dan nyawanya sendiri jadi taruhannya. Dalam menjalani profesi sopir, pria ramah itu mengaku sudah berganti-ganti armada, mulai sopir trailer, bus malam antarkota antarpropinsi (AKAP), hingga pelabuhan terakhir menjadi sopir travel.

Pengalaman buruk pernah menghinggapinya ketika pada tahun 1989 dirinya menjadi pengemudi trailer. Saat itu ia pernah menabrak orang hingga menewaskan 9 orang di Lampung. Ia juga pernah mengalami kecelakaan bus di jalur pantura Indramayu, Jawa Barat.

Mengakhiri perbincangan, Joko memberikan sedikit tips kepada pemudik yang akan melintas di sepanjang jalur pantura Jawa Barat agar selalu selamat dalam perjalanan dan bisa bertemu dengan handai taulan di kampung halaman. "Jika melintas di jalur tengkorak pantura, harus tahu tipsnya. Jika bus malam dan jenis travel memberikan tanda lampu sein kiri, jangan sekali-kali mendahului kendaraan tersebut karena bahaya mengancam dari depan. Tapi jika tanda sein kanan menyala ikuti saja pasti aman," ujarnya.

Di samping kode tersebut, yang paling utama, pemudik tetap harus selalu mematuhi rambu-ram bu lalulintas yang ada dan menjaga kondisi kesehatan sebelum mengemudi. (S Jumar Sudiyana/Radio Sonora)


Tags: