Setditjen Pendis : Inovasi Buntu, Reformasi Birokrasi <i>Mandeg</i>

Setditjen Pendis : Inovasi Buntu, Reformasi Birokrasi <i>Mandeg</i>

Semarang (Pendis) - Setengah hatinya Reformasi Birokrasi (RB) khususnya reformasi birokrasi di Kementerian Agama jauh tertinggal dengan cepatnya gerakan reformasi di bidang politik. "Tidak jalannya tata birokrasi itu disebabkan tidak adanya kreatifitas dan inovasi. Dari regulasi misalnya, dari kebijakan sampai implementasi seharusnya ada tahapan yang dilalui. Namun ironisnya tidak ada. Undang-Undang, Peraturan Pemerintah ada namun pada implementasi tidak jalan dikarenakan tidak ada Standar Operasional Prosedur-nya (SOP)," tandas Sekretaris Dirjen Pendidikan Islam, Moh. Isom Yusqi, di Kawasan Simpang Lima, Semarang, Kamis (22/10) malam.

Berkaitan dengan pengelolaan Barang Milik Negara (BMN), contoh guru besar IAIN Ternate ini, prosedur pencatatan, penghapusan dalam penegelolaan BMN harus ada dan jelas. "Masak kita kalah dengan alur pengurusan SIM dan STNK di Samsat yang mempunyai SOP yang jelas dilihat oleh masyarakat," sindir Isom dihadapan pengelola BMN Madrasah pada Worshop Pengelolaan BMN Pusat dan Satker di Jawa Tengah.

Diakui memang, lanjut Isom, setengah hatinya birokrasi dikarenakan adanya paradigma lama; `kalo bisa diperlambat kenapa dipercepat? Kalau bisa susah, kenapa dipermudah?`. "Makanya birokrasi yang bercampur dengan struktural itu kesannya mbulet, berjenjang dan tidak praktis. Maka obatnya adalah debirokratisasi, deregulasi dan destrukturalisasi," cetus Isom.

Masih berkaitan dengan RB misalnya menyangkut mentalitas pegawai, PNS itu melayani bukan dilayani. "Pegawai Kementerian Agama pusat maunya dilayani bukan melayani. Mental dilayani adalah mental feodal warisan penjajah ini harus dirubah. Inilah salah satu penyebab tidak terjadinya reformasi dan tidak adanya inovasi," tegas Pak Isom.

Agar Reformasi Birokrasi bisa berjalan maka yang harus diperbaiki adalah: pertama pembenahan sistem. Kedua, perubahan pada budaya kerja dari mulai staf dan pimpinan. "Jangan melakukan yang sudah menjadi kebiasaan yang salah," tambah Isom.

Ketiga, membangun komitmen. Kalau pimpinannya tidak mempunyai komitmen maka tidak akan jalan, walaupun sistem dan budaya kerjanya bagus. Pimpinan harus mempunyai komitmen perbaikan dan inovasi. "Pimpinan jangan hanya bekerja atas dasar tuntas RKK-AL dengan tidak ada inovasi pelayanan, manajemen, leadership yang bagus. pimpinan itu bagus kalau bisa mengatur anak buahnya," kata mantan Kasubdit Ketenagaan Diktis ini.

Kembali pada pengeloaan BMN, sambil mengakhiri orasinya, Isom menginstruksikan kepada para pengelola BMN baik di tingkat pusat Kementerian Agama maupun di Satker (satuan kerja) Unit Eselon I Lingkungan Ditjen Pendidikan Islam agar mempunyai dan melakukan inovasi dalam pengeloaan BMN. "Pengelolaan BMN tidak hanya atas dasar pelaporan semata kepada BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) akan tetapi lebih kepada pertanggungjawaban dan akuntabilitas publik atas kredibilitas institusi Kementerian Agama ini," tutup Isom.

(viva/dod)


Tags: