Siswa Terlalu Sedikit, Sekolah Akan Digabung

Siswa Terlalu Sedikit, Sekolah Akan Digabung

JAKARTA - Sejumlah sekolah yang tingkat kelulusannya 0% dan jumlah siswanya sangat sedikit, terpaksa harus digabung dengan sekolah lain yang terdekat. Sebab, untuk sekolah semacam itu sulit dilakukan penguatan.

"Ada sekolah yang siswanya 11 orang dan yang mengikuti ujian nasional hanya tujuh orang. Semuanya tidak lulus dan gurunya belum disertifikasi," kata Mendiknas Mohammad Nuh dalam rapat kerja dengan Komite III di Gedung Dewan Perwakilan Daerah RI Senayan Jakarta, Selasa (7/6).

Untuk sekolah dengan model demikian, kata dia, susah dilakukan penguatan. "Jadi, mengapa tidak digabung saja dengan sekolah terdekat," ujarnya.

Nuh mengungkapkan, ada juga sekolah yang siswanya hanya dua orang. Padahal, usia sekolah itu sudah cukup tua.
"Susah bagi Kemdiknas untuk mempertahankan. Oleh karena itu, kami merekomendasikan agar sekolah seperti itu di-merger dengan sekolah terdekat," tandasnya.

Namun demikian, Nuh membantah sekolah yang 100% siswanya tidak lulus, serta-merta akan ditutup. Justru pemerintah akan memberikan perhatian penuh melalui intervensi kepada sekolah-sekolah yang lemah.
"Tugas pemerintah adalah memperkuat, bukan sekadar buka- tutup sekolah," imbuhnya.
Menurutnya, intervensi kebijakan pada 100 kabupaten/kota yang memiliki nilai UN terendah pada tahun lalu, ternyata membuahkan hasil yang sangat baik.

Berdasarkan nilai UN murni, terjadi peningkatan rata-rata kelulusan 13,23% di SMP/MTs, 14,44% di SMA/MA, dan 15,58% di SMK. "Intervensi kebijakan perlu diteruskan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada daerah-daerah yang nilai UN-nya rendah berdasarkan pemetaan hasil UN," ungkapnya.

Matematika

Dia menjelaskan, intervensi kebijakan di antaranya berupa pembangunan laboratorium, perpustakaan, sertifikasi guru dan peningkatan kualifikasi guru, serta merger dengan SMA/MA terdekat.
Mata pelajaran (mapel) yang menjadi penyebab ketidaklulusan dalam UN untuk tingkat SMA/MA adalah Matematika (57,44%), Bahasa Indonesia (38,43%) dan bahasa Inggris (3,27%). "Penyebab utama ketidaklulusan siswa SMA dan MA TA 2010/2011 adalah karena mapel Matematika. Lebih dari 50% siswa yang tidak lulus karena pelajaran Matematika atau 2.391 siswa," paparnya.

Menurutnya, mapel bahasa Indonesia menduduki peringkat kedua penyebab ketidaklulusan siswa SMA/MA. Penyebab ketidaklulusan bahasa Indonesia lebih dari 38% atau 1.786 siswa.
"Untuk bahasa Inggris justru berada di peringkat tiga penyebab ketidaklulusan siswa SMA/MA atau sekitar 3% atau 152 siswa," tuturnya.

Untuk itu, Kemdiknas akan melakukan evaluasi mengapa bahasa Indonesia menjadi penyebab nomor dua ketidaklulusan siswa. Padahal, dulu bahasa Inggris menyebabkan ketidaklulusan.

Dia mengemukakan, berdasarkan nilai UN murni, kelulusan peserta didik di SMA/MA dibandingkan dengan Tahun Ajaran 2009/2010, tahun ini meningkat 1,42% dan SMK meningkat 3,46%. Tetapi, untuk SMP/MTs justru menurun menjadi 0,47%. Pendidikan Agama, termasuk Pendidikan Agama Islam/PAI, tidak termasuk dalam mata pelajaran yang di UN-kan. Sebab, Pendidikan Agama tidak termasuk dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. "Hal itu mengacu pada PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 6 Ayat (1)," imbuhnya. (H28-37)


Tags: