TAJUK RENCANA : “Sad Pangartika” Prof Hibnu

TAJUK RENCANA : “Sad Pangartika” Prof Hibnu

Purwokerto (Suara Merdeka) - Kita memberi apresiasi khusus kepada Prof Dr Hibnu Nugroho SH MH yang mengekspresikan sikapnya sebagai akademisi dalam ikhtiar mendorong penguatan penegakan hukum pemberantasan korupsi. Pakar hukum pidana khusus dari Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto itu menyampaikan pidato pengukuhan guru besar, Rabu lalu dengan inti "Sad Pangartika", enam pemikiran tentang percepatan penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia.

Enam pemikiran tersebut adalah pemberlakuan hukum acara pidana secara lex specialis bagi Komisi Pemberantasan Korupsi, integralisasi fungsi koordinasi dan supervisI KPK, pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi, optimalisasi penerapan ketentuan kejahatan pencucian uang, dan perlindungan terhadap saksi kejahatan luar biasa tersebut. Hibnu menyebut korupsi sebagai bahaya laten yang potensial menghambat percepatan kemajuan bangsa.

Gagasan tersebut relevan dengan kondisi terkini. Perang melawan korupsi tengah mengalami demotivasi. KPK secara sistematis dilemahkan oleh elemen-elemen kekuasaan yang memiliki kewenangan menjalankan hukum. Rakyat gelisah, karena demokrasi yang berintikan transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan kini menjadi tafsir tunggal kekuasaan. Suara kritis rakyat malah berpotensi direspons dengan tekanan-tekanan hukum.

Hibnu mewakili kegelisahan elemen kritis terhadap perkembangan pemberantasan korupsi yang cenderung mengalami kemandekan dari sisi dukungan pemimpin nasional yang tersandera oleh berbagai kepentingan lingkaran kekuasaan. Sejauh ini, peran kampus belum terkonsolidasi dengan baik. Di tengah model-model "balas dendam" dan kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh kritis, dikhawatirkan akademisi akan memilih aman dengan tidak menyuarakan kebenaran.

Kecenderungan seperti itulah yang harus dicegah dengan konsolidasi kebersamaan insan akademis. Sikap dan pemikiran progresif yang disampaikan Hibnu kita harapkan menguatkan pencerahan bahwa ilmu bukan hanya untuk ilmu itu sendiri, akan tetapi selalu berorientasi pembumian. Sikap itulah yang dulu sering disampaikan oleh Guru Besar Sosiologi Hukum Universitas Diponegoro Satjipto Rahardjo (alm) lewat ungkapan, "ilmu amaliah, amal ilmiah".

Elan itu harus dijaga secara istikamah oleh dunia kampus. Tri Dharma Perguruan Tinggi hakikatnya mengamanatkan progresivitas pemikiran sebagai sikap yang akan diimplementasikan dalam wujud keberpihakan kepada masyarakat. Maka ketika sekarang masyarakat sedang gelisah oleh ketidakjelasan arah pemberantasan korupsi, akademisi dituntut menjadi pendorong dengan suara jernih, sikap konsisten, dan keberanian mewakili keyakinan akan kebenaran.


Tags: