Tiga Indikator Radikalisme

Tiga Indikator Radikalisme

Malang (Pendis)- Pertemuan para dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Perguruan Tinggi Umum (PTU) menghadirkan beberapa narasumber untuk pembinaan profesi dan karir dosen PAI pada PTU di Malang Jawa Timur.

Salah satu narasumber yang hadir Anis Masykhur, Sekretaris Pokja Implementasi Moderasi Beragama Ditjen Pendidikan Islam yang menyampaikan di hadapan para dosen PAI beberapa poin penting tentang pentingnya moderasi beragama untuk menangkal tumbuh kembangnya radikalisme agama.

Ada beberapa indikator radikalisme yang disampaikan Anis agar para dosen PAI berhati-hati dalam menyampaikan ajaran agama kepada para mahasiswanya.
Pertama, hindari menggunakan ajaran agama yang provokatif untuk melawan negara atau mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Harus diyakini, bahwa ketika para ulama menyerahkan urusan kekuasaan kepada presiden dengan memberikan gelar waliyyul amri al-dharuri bisy syaukah, maka Indonesia ini adalah negara Islam meski dalam konstitusinya tidak pernah dituliskan," jelasnya menguraikan. Maka, lanjutnya lagi, ketika ada sekelompok orang, meski atas nama agama, mengganggu NKRI, maka yang demikian itu dalam fiqh Islam disamakan dengan bughat (pembelot). Bughat boleh ditindak oleh negara.

Kedua, jauhi menggunakan agama untuk menumbuhkan sikap dan perilaku intoleran kepada agama lain. "Semua agama itu benar. Tapi jangan dianggap sebagai wihdatul adyan (penyamaan agama). Bukan titik setelah kata-kata itu, tapi koma, yakni `benar menurut agamanya masing-masing," Anis menegaskan.

Menurut Anis, adanya kekhilafan sebagian muballigh adalah seringnya mencampuri urusan rumah tangga orang lain. Itulah yang menyebabkan hubungan antar umat beragama bisa terganggu. Kebenaran sebuah agama cukup disampaikan dalam batas lingkup agamanya masing-masing.

Ketiga, hindari menggunakan ajaran agama untuk mengkafirkan atau membidahkan penganut mazhab yang berbeda dengan dirinya. Para pengikut sebuah mazhab dalam menjalankan sebuah ajaram agama merujuk kepada pendapat para imamnya yang juga telah berijtihad dengan merujuk pada dalil-dalil yang kuat menurut kaidah-kaidah ilmu yang disepakati.

Tidak aneh, lanjut mantan Dosen IAIN Samarinda, jika muncul sebuah kaidah al-ijtihad la yunqadlu bil ijtihad yang artinya ialah ijtihad seorang ulama tidak bisa dibatalkan oleh hasil ijtihad lainnya. "Termasuk juga larangan mengkafirkan saudara muslim lainnya. Karena orang yang melakukan hal seperti itu berarti mengidap kekafiran jua," paparnya

Dalam rangka mendesiminasikan nilai-nilai moderasi beragama, panitia juga menghadirkan para cendikiawan dari PTKI di antaranya adalah Ngainun Naim dari IAIN Tulung Agung yang menyampaikan tentang pentingnya membangun nalar kritis melalui karya ilmiah dan penelitian. (n15/Solla)


Tags: