UN Harus Jadi Penentu Kelulusan

UN Harus Jadi Penentu Kelulusan

ARIST Merdeka Sirait dari Komnas Perlindungan Anak (Suara Merdeka, 24/4) menyatakan UN kali ini membuat anak stres, orang tua stres, guru stres, kepala sekolah stres, bahkan kepala dinas juga stres karena keterlambatan soal di beberapa daerah. Hal itu masih ditambah lagi dengan lembar jawab UN yang tipis sehingga membuat siswa khawatir robek. Menurut dia, sebaiknya UN tidak menjadi penentu kelulusan tapi untuk pemerintah untuk melihat kualitas siswa. Apakah pernyataan dan pendapat ini benar?

Pendidikan pada dasarnya pembentukan pribadi siswa secara utuh meliputi kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan). Pada ranah kognitif dan psikomotor siswa dibelajarkan tentang pengetahuan dan pratik mata pelajaran yang ada. Pada pembelajaran itu pula ada tahapan yang dinamakan evaluasi. Evaluasi ini digunakan sebagai alat ukur tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran. Evaluasi ada beberapa macam evaluasi harian, mid semester dan akhir semester. UN adalah evalusi yang harus dikuti siswa menjelang kelulusan.

Kalau pembelajaran di satuan pendidikan itu direncanakan dan dilaksanakan dengan baik, berarti persiapan materi untuk UN cukup. Kalau persiapan cukup mengapa harus takut dengan UN?

Semangat Belajar

Ranah afektif, pada ranah ini kepribadian siswa dibentuk melalui pembiasaan, pendidikan agama, pedidikan karakter, kegiatan OSIS, bakti sosial, ektrakurikuler, dan kegiatan lain yang mengarah pada pembentukan karakter. Bila siswa telah melalui proses pembentukan karakter dengan baik di satuan pendidikan, mereka tak akan mudah stres hanya untuk menghadapi UN.

Bila siswa memiliki kesiapan yang cukup dan karakter yang baik maka tak terlalu terpengaruh dengan UN maju atau mundur UN. Mereka akan menganggap UN sebagai hal yang wajar dan biasa saja.

UN tahun ini menerapkan 20 paket, artinya setiap siswa mengerjakan soal yang berbeda satu sama lain dalam ruangan tersebut. Ini dilakukan agar tidak terjadi kecurangan walaupun bersamaan dengan itu terjadi kisruh UN. Lembar jawab UN kurang berkualitas sehingga sebagian orang mengatakan UN gagal. Bahkan ada yang berpendapat UN jangan dijadikan penentu kelulusan.

Tentang hal itu, penulis tidak setuju karena apa bila UN tidak dijadikan penentu kelulusan maka siswa hampir dipastikan kehilangan motivasi belajar. Bukti nyata adalah semangat siswa dalam belajar mata pelajaran non-UN sangat jauh berbeda dari pelajaran UN. Pelaksanaan UN juga akan diabaikan. Siswa akan beranggapan mengerjakan soal UN adalah melakukan perbuatan yang sia-sia karena tak berpengaruh atas dirinya.

— Trimo SPd, Guru SMPN 2 Jiken, Blora


Tags: