Jakarta (Pendis) - Kenaikan anggaran Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKIN) yang include ke dalam program pendidikan Islam menjadi penting guna peningkatan akses, mutu, relevansi dan daya saing pendidikan tinggi keagamaan Islam di Indonesia. Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), Rupiah Murni (RM) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) menjadi sumber potensial untuk pendanaan PTKIN agar kenaikan yang terjadi proporsional alokasinya sesuai ranking kebutuhan dan target pembangunan nasional yang tertera dalam Rencana Kerja Prioritas (RKP) pemerintah dan rencana strategis program pendidikan Islam 2015-2019.
Program Pendidikan Islam di tahun anggaran 2017 mempunyai anggaran sebesar 46 triliun rupiah, dari angka tersebut, khusus untuk kegiatan Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam baik negeri dan swasta teralokasi sekitar sebesar 6,9 triliun. Kenaikan dari alokasi anggaran di tahun 2016 yang sebesar 6,2 triliun sudah seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk peningkatan akses, mutu, relevansi dan daya saing pendidikan tinggi keagamaan Islam.
Adapun beberapa sumber yang mengalami kenaikan anggaran untuk pendidikan tinggi keagamaan Islam antara lain sumber penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan rupiah murni (RM). PNBP naik dikarenakan adanya transformasi atau alih status PTKIN dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Eksisting saat ini sudah ada 17 STAIN, 27 IAIN dan 11 UIN dari total 55 PTKIN.
Selain itu, pendapatan PNBP PTKIN juga bersumber dari pembangunan yang cukup besar baik secara fisik maupun akademik pada PTKIN sebagai akibat meningkatnya kepercayaan masyarakat untuk memberikan amanah kepada putra-putrinya menuntut ilmu pada lembaga-lembaga pendidikan tinggi kegamaan Islam, "saat ini STAIN, IAIN, dan UIN sangat dipercaya masyarakat," ujar Direktur Pendidikan Tinggi Islam Amsal Bakhtiar dalam arahannya mewakili Dirjen Pendidikan Islam di Jakarta (20/07/16). Hal ini sudah sepatutnya dipertahankan guna keberlanjutan pendidikan Islam di masa mendatang.
Sementara rupiah murni Ditjen Pendidikan Islam juga mengalami kenaikan anggaran akibat tuntutan-tuntutan yang memang harus dipenuhi sesuai dengan target rencana kerja prioritas (RKP) dan rencana strategis pendidikan Islam 2015-2019. "Sertifikasi dosen bertambah dari tahun sebelumnya, kenaikan belanja pegawai juga harus senantiasa diperhatikan untuk meningkatkan mutu dan daya saing tentunya," tegas Amsal.
Titik tekan tahun anggaran 2017 yang sangat urgen adalah biaya operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN), mengalami kenaikan, melalui kebijakan Direktur Jenderal Pendidikan Islam sehingga tidak ada PTKIN yang mengalami penurunan sesuai dengan jumlah mahasiswa yang dimiliki, "idealnya PTKIN yang mahasiswanya sedikit memperoleh minimal dua miliar BOPTN yang khusus diperuntukkan bagi mahasiswa secara langsung," tutup Amsal dalam arahannya.
Dalam proses penyusunan pagu anggaran PTKIN tahun anggaran 2017, diharapkan dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang benar-benar merupakan kebijakan nasional RKP dan renstra Ditjen Pendis, "bahkan jika perlu dibuat ranking sesuai kebutuhannya," tukasnya. Untuk anggaran sarana prasarana karena kenaikannya sangat kecil maka akan diberikan hanya kepada 15 perguruan tinggi Islam negeri kecuali yang sudah mendapatkan program 4in1, program 6in1 dan sumber pendanaan dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
(sya/ra)
Bagikan: