Jakarta (Pendis) - Ditjen Pendidikan Islam secara konsisten melaksanakan agenda Reformasi Birokrasi. Menurut Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam, Moh. Isom Yusqi, agenda Reformasi Birokrasi merupakan amanat dari reformasi tahun 1998. Isom juga menuturkan bahwa ada tiga tujuan inti Reformasi Birokrasi, yaitu (1) Terwujudnya pelayanan yang prima; (2) Terbentuknya pegawai yang profesional; dan (3) Terwujudnya pemerintahan yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Progres yang dicapai oleh Kementerian Agama pada pelaksanaan Reformasi Birokrasi dapat dilihat dari perolehan indeks Reformasi Birokrasi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Penilaian diberikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB). Pada tahun 2014 diperoleh nilai 54,83 (CC), tahun 2015 diperoleh nilai 62,28 (B), dan tahun 2016 diperoleh nilai 69,14 (B). Untuk tahun 2017, masih dalam proses pengumpulan evidence untuk kemudian diserahkan kepada KemenPAN-RB untuk dinilai.
Peran Ditjen Pendidikan Islam dalam keberhasilan agenda Reformasi Birokrasi di Kementerian Agama sangat signifikan karena merupakan unit eselon I dengan jumlah satker terbanyak serta pemegang anggaran terbesar pada Kementerian Agama. Penetapan Ditjen Pendidikan Islam sebagai pilot project agenda Reformasi Birokrasi oleh Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, menempatkan Ditjen Pendidikan Islam pada posisi yang sangat strategis, yakni menjadi indikator keberhasilan Reformasi Birokrasi di Kementerian Agama.
Fokus pembenahan yang dilakukan oleh Ditjen Pendidikan Islam adalah pada delapan area perubahan Reformasi Birokrasi yang dirumuskan oleh KemenPAN-RB. Pembenahan-pembenahan yang dilakukan secara ringkas dapat dilaporkan sebagai berikut:
1) Organisasi. Dilakukannya penyesuaian organisasi dan tata kerja pada Ditjen Pendidikan Islam sesuai dengan PMA Nomor 42 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama, sehingga terwujud organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran.
2) Tatalaksana. Peningkatan mutu tatalaksana melalui pemetaan proses bisnis dan pemenuhan kebutuhan Standar Operasional Prosedur (SOP) sehingga menghasilkan sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.
3) Peraturan Perundang-Undangan. Dilakukan review terhadap seluruh regulasi pada Ditjen Pendidikan Islam sehingga menghasilkan regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih/harmonis dan kondusif.
4) Sumber Daya Manusia Aparatur. Dilakukan redistribusi pegawai pada Ditjen Pendidikan Islam dengan mengacu pada kompetensi tiap-tiap pegawai, sehingga menghasilkan SDM aparatur yang berintegritas, netral, kompeten, capabel, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera.
5) Pengawasan. Pengawasan akan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), selain juga pengawasan dari Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
6) Akuntabilitas. Penyusunan laporan kinerja pegawai secara berkala akan dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kinerja birokrasi.
7) Pelayanan publik. Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) telah diterapkan pada Ditjen Pendidikan Islam untuk layanan penyetaraan ijazah luar negeri, pengajuan pembukaan program studi PTK, serta pengurusan izin dan tugas belajar. Ke depan akan jumlah layanan akan terus ditambah. Terwujudnya PTSP ini menghasilkan pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat.
8) Mindset dan Cultural Set Aparatur. Ditetapkannya Agent of Change pada Ditjen Pendidikan Islam akan mampu mendorong Reformasi Birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi. (Nanang/dod)
Bagikan: