Bekasi (Pendis) - "Tidak ada negara yang pertumbuhan ekonominya melejit kalau pendidikannnya tidak bagus. Tidak ada negara berdaya saing kalau pendidikannya tidak maju. Tidak ada negara tidak bisa memahami demokrasi kalau pendidikannya tidak memadai. Tidak ada negara yang memiliki tingkat kemiskinan rendah kalau pendidikannya tidak berkualitas", demikian dikatakan Sekretaris Ditjen Pendis, Kamaruddin Amin, pada saat memberikan semangat kepada para guru/pengelola BMN di Bekasi, Rabu (25/06) malam.
Dalam forum "Workshop Peningkatan Kualitas Tenaga Teknis Pengelola BMN pada MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri)" itu, --alumnus Universitas Rheinischen Friedrich Wilhelms Bonn Jerman ini, --kembali menegaskan bahwa pendidikan ini adalah merupakan kunci kemajuan sebuah bangsa.
"Pendidikan kunci dimana bisa menjadi sejahtera dan bisa membuat daya saing bangsa menjadi bagus. Pendidikan bisa menghabiskan kemiskinan. Pendidikan juga memberikan pemahaman kepada warga untuk memahami demokrasi," imbuh Kamaruddin.
Menyinggung berkaitan dengan pendidikan dasar, Indonesia ternyata pada tahun 2012 telah mendapat penghargaan dari UNESCO atas peningkatkan melek huruf (literacy) serta peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) sudah 100%.
"Anak usia 7-12 tahun sudah belajar di Madrasah Ibtidaiyah (MI). Angka ini sangat luar biasa bagus dalam hal partisipasi bila dibandingkan dengan negara tetangga terutama Pakistan, Bangladesh, India, dan China", tegas Kamaruddin.
Selanjutnya pria kelahiran Bontang Kalimantan Timur ini mengatakan bahwa, negara telah memberikan afirmasi wajib belajar 6 tahun sejak 1984. Pada tahun 1994, pemerintah kemudian mengeluarkan regulasi wajib belajar 9 tahun. Setelah capaian The Millennium Development Goals (MDGs) tersebut terlaksana amanahnya, maka pada tahun 2004, pemerintah kembali me-launching Pendidikan Menengah Universal, pendidikan 12 tahun, namun belum wajib dilaksanakan.
"Kalau pemerintah mewajibkan pendidikan menengah universal untuk belajar 12 tahun maka pemerintah wajib menyediakan tenaga pengajar/guru, infrastruktur/ruang kelas dan sarana penunjang yang lainnya dengan anggaran yang tidak sedikit", tegas Kamaruddin.
Ironisnya, wajib belajar 12 tahun yang belum berani diwajibkan di Indonesia ini sudah dilaksanakan oleh Korea dan Jepang sejak tahun 80-an. Imbasnya, ketika mereka bekerja maka tenaga kerja pada kedua negara tersebut mempunyai produktifitas yang bagus dikarenakan mempunyai keterampilan.
"Tenaga kerja kita 80% masih lukusan SD dan SMP. Sehingga produktifitas dan daya saingnya rendah", tegas Kamaruddin diakhir pengarahannya.
(p1p0/ra)Bagikan: