Batam (Pendis) - Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menyebutkan bahwa pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa bantuan hukum bagi ASN. Terbitnya regulasi ini dinilai sebagai satu langkah penting untuk menjaga stabilitas kinerja aparatur di instansi pemerintah. Menurunnya konsentrasi dan kesehatan seringkali terjadi pada diri ASN yang tengah menghadapi proses hukum. Kalau toh pada akhirnya dinyatakan tidak bersalah, tetapi beban psikis saat menjalani proses hukum sudah tentu merugikan pihak ASN serta instansi di mana ASN tersebut berada.
Di era reformasi birokrasi seperti sekarang ini, ASN didorong untuk meningkatkan fungsi pelayanan publik. Mindset ASN sebagai birokrat harus diubah menjadi ASN sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik terkadang ada ketidakpuasan dari publik. Rasa ketidakpuasan tersebut bisa saja berlanjut ke meja hijau, yang pada akhirnya cukup menguras energi pada diri ASN dan instansi pemerintah yang bersangkutan.
Terbitnya UU Nomor 5 Tahun 2014 memberikan jawaban terhadap persoalan tersebut. Perlunya pemahaman dari para aparatur pendidikan Islam terhadap UU ini dituangkan dalam bentuk kegiatan Orientasi Bantuan Hukum Bagi Aparatur Pendidikan Islam pada tanggal 3 s/d. 5 Agustus 2016 di Batam. Kegiatan tersebut diisi oleh narasumber dari Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM serta Biro Hukum dan KLN Kementerian Agama. Peserta pada kegiatan ini terdiri dari ASN pada Ditjen Pendidikan Islam, Kanwil Kemenag dan PTKIN.
Mewakili Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam, H. Aceng Abdul Aziz (Kabag Ortala dan Kepegawaian), menyampaikan bahwa beberapa sektor, seperti pengadaan barang dan jasa, menjadi momok yang menakutkan bagi aparatur pada Ditjen Pendidikan Islam karena pada sektor tersebut rentan terjadi kasus penyimpangan. Hal ini akan mengakibatkan terbengkalainya anggaran pengadaan barang dan jasa karena tidak ada aparatur yang siap menangani. Ia juga menambahkan bahwa penerapan whistle blower system memungkinkan persoalan sekecil apapun bisa diangkat menjadi kasus hukum yang serius. Pemberian bantuan hukum akan mampu menjawab tantangan-tantangan tersebut.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Kantor Kemenag Batam, H. Zulkifli menuturkan bahwa di tahun 2016 ini sudah ada dua kasus di instansi yang dipimpinnya itu. Pertama, konversi zakat fitrah (dari beras ke uang) yang ditetapkan oleh Kantor Kemenag dinilai tidak sesuai; kedua, kegagalan pembangunan MAN IC Batam disebabkan gagal lelang. Ia berharap pihaknya dapat menyelesaikan kasus tersebut tanpa harus menggunakan jasa pengacara swasta karena memang tidak tersedia anggaran untuk menangani kasus-kasus semacam itu. Oleh karenanya, Zulkifli menyambut baik pelaksanaan kegiatan orientasi bantuan hukum ini. (nanang/dod)
Bagikan: