Yogyakarta (Pendis) - Sebanyak 175 peserta yang mengikuti pagelaran Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018 mengikuti 3 (tiga) panel khusus (special panel) yang berlangsung di Pesantren Krapyak Yogyakarta, 10-12 Oktober. Panel khusus ini membahas tentang tiga tema besar yang kaitannya dengan tema muktamar tahun ini yang bertajuk "Islam, Kearifan Lokal dan Tantangan Kontemporer".
Pada Panel 1 membahas tentang Reinventing Subculture of Pesantren and Islamic Moderation (Menemukan Kembali Subkultur Pesantren dan Moderasi Islam). Moderator dibawakan oleh Marzuki Wahid, sedangkan narasumbernya yakni Pengasuh Pesantren Gontor KH Amal Fathullah, Akademisi UIN Kalijaga Sahiron Syamsuddin, Direktur Official of Leiden University Marrik Bellen.
Untuk Panel 2 membincang tentang Pesantren, Women Ulama and Social Transformation: Challenge and Prospect (Pesantren Ulama Perempuan, dan Transformasi Sosial: Tantangan dan Prospek), yang dimoderatori oleh Abdul Moqsith Ghazali. Sedangkan pembicaranya yakni KH Husein Muhammad, Pengasuh Pesantren Krapyak Hindun Anisah, Syekh Al-Azhar University Bilal M Afifi Ghanim.
Sedangkan pada Panel 3 mengulas tentang Revitalizing Academic of Pesantren and Bahtsul Masal (Revitalisasi Akademik Pesantren dan Bahtsul Masail), yang moderatori oleh Rumadi. Adapun pembicaranya adalah Badriyah Fayumi, KH Malik Madani, Darul Fatwa Australia Syekh Salim Alwan, Majelis Masyayikh KH Afifuddin Muhajir.
Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin, kegiatan Muktamar diproyeksikan untuk merumuskan beberapa hal, di antaranya untuk mengukuhkan posisi santri dan pesantren sebagai subkultur, lalu mengetengahkan gagasan moderasi Islam yang selama ini termanifestasikan dalam dogma, olah pikir, hingga model keberagamaan kaum santri.
"Muktamar ini juga dalam rangka memetakan tantangan serta langkah-langkah yang diperlukan untuk memecah problematika kebangsaan dan keumatan," papar Kamaruddin Amin pada Rabu (10/10) sore, saat pembukaan acara yang dihadiri oleh ribuan orang dari berbagai latar belakang.
Di samping itu, Kamaruddin menegaskan bahwa muktamar ini juga bagian dari upaya transformasi sosial yang dilakukan santri dan pesantren dalam menjaga eksistensi NKRI dan kearifan lokal. "Hal-hal yang diperlukan dalam rangka meningkatkan mutu penelitian serta pengembangan keilmuan pada pondok pesantren," ujarnya.
Selain panel paper dari para intelektual santri, dalam muktamar ini juga diselenggarakan Malam Kebudayaan Pesantren yang berisi penampilan puisi dari para budayawa dan kiai serta nyai pesantren, musik tradisional, shalawat milenial, dan lain-lain. Digelar juga Festival Serban dan Pegon Kiai yang dibuka umum di lapangan Ali Maksum, Krapyak. (M. Zidni Nafi`/dod)
Bagikan: