Jakarta (Pendis)- Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara membuka secara resmi Annual International Conference of Islamic Studies (AICIS) 2019 di Hotel Mercure Batavia Jakarta, Selasa(1/10).
Dalam sambutannya Rudiantara menyampaikan bahwa akademisi Islam harus cepat mengikuti perubahan zaman," akademisi Islam dipaksa masuk ke dalam paradigma baru era digital. Pengajaran saat ini tentu saja tak bisa text book lagi karena generasi baru harus didorong kreatif dan menguasai teknologi,"ungkapnya.
Di hadapan 1700 akademisi Islam, Rudiantara mengatakan zaman yang mengalami disrupsi harus diantisipasi dengan baik oleh segenap stakeholder pendidikan Islam.
"Pada saat ini seluruh kehidupan ada di ponsel. Zaman berubah dan sejatinya ini adalah peluang kita. Indonesia adalah negara besar yang bisnis digitalnya akan melonjak, diperkirakan 130 milyar dollar Amerika di tahun 2020," ujarnya.
Sementara itu Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Kamaruddin Amin menambahkan bahwa pertemuan ini bertujuan agar akademisi Islam di Indonesia dapat lebih berperan dalam menjawab persoalan keislaman dunia.
"Pendidikan Islam adalah ekosistem besar. Saat ini terdapat hampir seribu perguruan tinggi Islam, sekitar tiga puluh dua ribu dosen, dan ada sekitar satu juta seratus mahasiswa. Selain itu pendidikan dasar-menengah terdapat sepuluh juta siswa/i dan 72 ribu madrasah. Untuk pesantren hampir tiga puluh ribu dan empat juta lebih santri. Total stakeholder pendidikan Islam di bawah Kemenag berjumlah 28 juta," ungkap Kamaruddin.
"Bila sumberdaya yang besar ini dikelola dengan baik dan diarahkan untuk berkontribusi positif maka hasilnya akan luar biasa," tambahnya Kamaruddin.
Konferensi tahunan ini mengusung tema Digital Islam, Education and Youth: Changing Landscape of Indonesian Islam. Pertemuan membahas 450 paper dari 1300 yang diseleksi. Menghadirkan pembicara kunci yaitu, Peter Mandeville (George Mason University, Virginia USA), Garry R Bunt (University of Wales), dan Abdul Majid Hakemollahi (ICAS London). (Ogie/Solla)
Bagikan: