Melbourne (Pendis) - Direktur Pendidikan Tinggi dan Keagamaan Islam (PTKI) Ditjen Pendidikan Islam Kemenag, Arskal Salim menyatakan bahwa mayoritas ulama di Indonesia mendukung sistem negara bangsa yang demokratis dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah sesuatu yang final.
Hal ini disampaikan dalam dialog Monash Herb Feith Indonesian Engagement Centre di kampus Universitas Monash, Melbourne, pada Kamis (22/8/2019) malam, sebagaimana dilansir dalam laman www.abc.net.au.
Menurut Arskal, mengutip survei UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2019, yang melibatkan 450 responden ulama dari 15 kota. Hasil survei tersebut menunjukkan 71,56 persen ulama menerima konsep negara bangsa, sedangkan 16,44 persen menolak dan sisanya tidak menjawab.
"Terlihat cukup besar karena lebih 70 persen yang menerima. Tapi patut diperhatikan pula ada 16 persen ulama yang tetap menolak," ujar Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah.
Dikatakan Arskal, survei tersebut menemukan ulama dengan karakter progresif sebanyak 4,89 persen, yang inklusif 23,33 persen, moderat 34 persen, sehingga kalau dikombinasikan hasilnya menjadi 62,22 persen. Sisanya sekitar 37 persen merupakan ulama dengan karateristik konservatif, eksklusif, radikal dan bahkan ekstrimis.
"Dengan angka seperti ini kita optimis bahwa mayoritas ulama tetap mendukung Indonesia yang demokratis," jelas alumni Universitas Melbourne ini.
Di Kementerian Agama, lanjutnya, saat ini sedang menjalankan program Moderasi Beragama yang mendukung kegiatan-kegiatan Islam moderat. "Di lingkungan pendidikan tinggi Islam kami memiliki sekitar 1 juta mahasiswa berasal dari 58 Universitas Islam Negeri dan lebih dri 700 perguruan tinggi swasta," sambungnya
Jumlah ini lebih kecil dibandingkan dengan mahasiswa pada perguruan tinggi umum yang berjumlah sekitar 7 juta orang. Namun, menurutnya, hal itu tetap bisa menjaga Indonesia sebagai negara demokrasi dengan keberagamaan yang moderat. (M Yani)
Bagikan: