Kudus (Pendis) - Posisi perpustakaan di lingkungan PTKI (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam) secara struktural perlu diperkuat. Sebab, keberadaan perpustakaan memiliki posisi sentral dalam pengembangan akademik perguruan tinggi. Bahkan, salah satu indikator sebuah perguruan tinggi berkelas itu adalah seluruh civitas akademikanya memiliki rasa bangga dengan perpustakaan yang dimiliki.
Demikian pernyataan Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Kamaruddin Amin, saat meresmikan gedung Perpustakaan Terpadu IAIN Kudus dan Pembukaan Seminar Nasional Perpustakaan dengan tema "Transformasi Perpustakaan Perguruan Tinggi sebagai Pusat Riset di Era Big Data" di IAIN Kudus, Selasa (30 Juli 2019).
Menurut guru besar UIN Alauddin Makassar itu, diakui, saat ini status kelembagaan perpustakaan kurang bergengsi secara administratif, meski secara akademik diunggulkan. Oleh karenanya, sekurang-kurangnya terdapat 5 (lima) agenda yang perlu dilakukan dalam pembenahan perpustakaan di lingkungan PTKI ke depan.
Pertama, peningkatan posisi struktural perpustakaan. Untuk memperkuat layanan perpustakaan, mau tidak mau, perlu dilakukan peningkatan status kelembagaannya. "Saat ini, kelembagaan perpustakaan di PTKI belum selevel dengan lembaga lain, semisal LPM (Lembaga Penjamin Mutu) atau LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat), sehingga jumlah SDM dan anggarannya masih belum memuaskan," ungkap Kamaruddin Amin.
Kedua, anggaran untuk perpustakaan harus ditingkatkan. Pimpinan dan pejabat di masing-masing PTKIN diminta untuk dapat mengalokasikan anggaran yang memadai untuk perpustakaan. "Saya minta kepada Rektor, Wakil Rektor dan Kepala Biro untuk mencermati anggaran pada masing-masing kampus dan mengalokasikan anggaran yang cukup untuk perpustakaan," pinta Dirjen Pendidikan Islam.
Ketiga, pembenahan sumber daya manusia. Jumlah pustakawan dan peningkatan kompetensi ketenagaan untuk perpustakaan perlu dilakukan dengan baik. Demikian juga, program bantuan untuk peningkatan sarjana perpustakaan perlu direncanakan dan dianggarkan dengan baik.
Keempat, grand desain pengembangan perpustakaan perlu dibuat. Baik di tingkat direktorat maupun kampus PTKI, termasuk di lingkungan Asosiasi Perpustakaan Perguruan Tinggi Islam (APPTIS), perlu dilakukan penyusunan grand desain perpustakaan. Grand desain ini memiliki peran penting, di samping untuk menjadi langkah kebijakan yang akan dilakukan juga untuk memperkuat studi-studi pada PTKIN itu sendiri.
Guru besar ilmu hadis itu menekankan bahwa setidaknya ada 2 (dua) faktor kunci yang menentukan baik buruknya studi keislaman di lingkungan PTKI, yakni guru besar studi keislaman dan perpustakaan. "Kajian studi Islam itu sangat dipengaruhi oleh seberapa banyak profesor studi Islam yang memiliki wawasan yang luas dan mendalam dan lengkap tidaknya literatur studi keislaman yang dimiliki oleh perpustakaan," papar Kamaruddin Amin.
Kelima, infrastruktur perpustakaan. Bangunan, sistem informasi dan layanan perpustakaan merupakan sesuatu yang harus terus dilakukan. "Sistem informasi perpustakaan dengan teknologi IT harus baik. Digitalisasi perlu dilakukan. Kampus PTKI harus menjadi smart campus, yakni kampus yang unggul di bidang digital," ungkap Kamaruddin Amin. Oleh karenanya, dirinya memberikan apresiasi kepada Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam yang saat ini sedang merancang aplikasi OSPL (One Search PTKI Library) yang mampu mengintegrasikan data dan koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan PTKI di seluruh tanah air.
Acara peresmian dihadiri oleh pimpinan IAIN Kudus, pimpinan perguruan tinggi se-Kabupaten Kudus, Kepala Subdit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Kejaksaan RI, Kepolisian setempat, pimpinan perpustakaan PTKIN se-Indonesia, peserta seminar dan undangan. (S-1/dod)
Bagikan: