Secara rutin tiap tahunnya, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam memberikan penghargaan kepada individu maupun institusi yang memberikan dedikasi luar biasa terhadap pendidikan islam. Ditjen Pendidikan Islam meletakkan Anugerah Apresiasi Pendidikan Islam (API) sebagai award tertinggi dalam bidang pendidikan Islam. Penghargaan API harus dilihat sebagai sebuah upaya strategis Kementerian Agama untuk menggalang kerjasama yang luas dengan berbagai pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan Islam. Pemberian penghargaan kepada berbagai unsur pemangku kepentingan yang berdedikasi diharapkan dapat mengembangkan kesalingpemahaman para pemangku kepentingan tentang relevansi kebijakan pendidikan Islam dengan agenda pembangunan nasional.
API tahun 2015 memberikan penghargaan untuk kategori Pemerintah Daerah, Bidang Pendidikan Madrasah, Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Bidang Pendidikan Tinggi Islam, dan Bidang Pendidikan Agama Islam. Secara kategoris, tidak ada perbedaan dengan perhelatan API sebelumnya. Hanya saja, Ditjen Pendidikan Islam melakukan berbagai penguatan dalam proses seleksi, verifikasi data, dan berbagai mekanisme penjurian yang dilakukan untuk menentukan pemenang beragam kategori penghargaan sesuai pembidangan yang ada.
Pemerintah Daerah sebagai Mitra Pembangunan Pendidikan Islam
Sebagai salah satu unsur pemangku kepentingan yang menerima penghargaan, Pemerintah Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota menempati posisi yang sangat strategis dalam meningkatkan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan Islam. Posisi strategis Pemerintah Daerah erat kaitannya dengan kebijakan desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah sejak pemberlakuan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah junto Undang Undang Nomor 22 tahun 1999. Politik desentralisasi telah menarik batas kewenangan yang tegas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Urusan-urusan yang tidak didesentralisasikan dan menjadi kewenangan pemerintah pusat adalah politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, dan agama. Di sisi lain, pendidikan menjadi salah satu urusan yang didesentralisasikan kewenangannya kepada Pemerintah Daerah. Dalam kerangka desentralisasi pendidikan, Pemerintah Daerah mengemban tanggung jawab dalam perencanaan, pengelolaan, dan pembiayaan pembangunan pendidikan, termasuk penyediaan gaji pendidik dan pembangunan prasarana dan sarana pendidikan pada tingkat dasar dan menengah.
Secara de jure, satuan-satuan pendidikan Islam seperti Madrasah dan Pondok Pesantren termasuk dalam urusan agama yang kewenangannya tidak didesentralisasikan. Salah satu konsekuensinya ialah bahwa pembiayaan Madrasah dan Pondok Pesantren sepenuhnya masih menjadi tanggung jawab Kementerian Agama. Di sisi lain, secara de facto, Madrasah dan Pondok Pesantren merupakan satuan pendidikan yang, sebagaimana sekolah-sekolah yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, memiliki kontribusi yang signifikan dalam upaya-upaya pencerdasan masyarakat dan pengembangan SDM pada umumnya. Tak bisa dipungkiri pula keberadaan satuan-satuan pendidikan Islam yang tersebar hingga ke berbagai wilayah pelosok di Tanah Air memberikan sumbangsih yang besar terhadap peningkatan kualitas SDM di berbagai daerah. Tanpa pemahaman yang bijaksana dan political will dari para pemangku kebijakan Pemerintah Daerah, politik desentralisasi pendidikan berpotensi menimbulkan diskriminasi kebijakan pembangunan pendidikan terhadap penyelenggaraan pendidikan Islam yang bernaung di bawah Kementerian Agama.
Dalam konstelasi ini, pemberian Penghargaan API dimaksudkan sebagai sebuah pendekatan persuasif untuk membangun kesadaran bersama tentang posisi pendidikan Islam sebagai aset pembangunan nasional. Tuntutan agar pendidikan Islam meningkatkan kontribusi dalam pengembangan SDM di berbagai wilayah hanya dapat dipenuhi jika terbangun kerjasama yang bersifat sinergis antara pemangku kebijakan pada tingkat pusat dan daerah. Sinergi kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat direalisasikan jika terdapat kesamaan tentang visi pembangunan dan peran pendidikan Islam dalam mendorong kemajuan daerah.
Sesungguhnya, kebijakan desentralisasi pendidikan tidak menutup ruang sama sekali bagi Pemerintah Daerah untuk berkontribusi dalam upaya-upaya memajukan pendidikan Islam. Pemerintah Daerah terbuka untuk mengembangkan inisiatif-inisiatif kebijakan yang mendorong kemajuan pendidikan Islam dengan tetap memperhatikan rambu-rambu kebijakan yang diatur dalam kerangka desentralisasi pendidikan. Inisiatif-inisiatif kebijakan dimaksud mencakup pengarusutamaan suasana kehidupan sosial-keagamaan yang kondusif bagi perkembangan pendidikan Islam melalui regulasi daerah dan penyelenggaraan kegiatan bernuansa keagamaan, menjadikan guru dan tenaga kependidikan pada satuan-satuan pendidikan Islam sebagai kelompok sasaran (target group) dalam program-program peningkatan kapasitas, memberikan bantuan peningkatan kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan pada satuan-satuan pendidikan Islam, dan memberikan bantuan dalam rangka penyediaan dan peningkatan kualitas prasarana dan sarana pendidikan Islam seperti unit sekolah, ruang belajar, peralatan penunjang pendidikan seperti buku, alat peraga, komputer, dan sebagainya. Berbagai inisiatif kebijakan Pemerintah Daerah yang mendukung pembangunan pendidikan Islam berdampak secara nyata bukan hanya pada kemajuan pendidikan Islam, tetapi juga kualitas sumber daya manusia di wilayah tersebut.
Kementerian Agama menyadari bahwa harapan masyarakat agar pendidikan Islam meningkatkan kontribusinya dalam pembangunan nasional hanya dapat terwujud melalui kerjasama kolektif dari berbagai pihak. Koordinasi yang kuat antara aparat Kementerian Agama pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota menjadi instrumen utama dalam merumuskan titik temu kebijakan antara Kementerian Agama sebagai penanggung jawab penyelenggaraan pendidikan Islam dan Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab pembangunan daerah. Pada titik ini, Penghargaan Apresiasi Pendidikan Islam adalah langkah strategis untuk memperkuat koordinasi dengan jajaran pengambil kebijakan di lingkungan Pemerintah Daerah. Secara sekaligus, penghargaan ini juga merupakan bentuk apresiasi Kementerian Agama kepada berbagai pemangku kepentingan yang telah mengemban tanggung jawab bersama dalam memajukan pendidikan Islam.
Madrasah yang Kontributif dalam Peningkatan Akses Pendidikan Dasar
Madrasah adalah satu di antara lembaga-lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan masyarakat Muslim Indonesia. Sejarah mencatat bahwa keberadaan madrasah dapat dilacak sejak era pra-kemerdekaan yang terkait dengan gerakan modernisasi dalam pemikiran Islam di Indonesia, yang mempengaruhi berkembangnya suatu jenis lembaga pendidikan baru di luar sistem pendidikan keagamaan pondok pesantren yang telah jauh sebelumnya. Madrasah membuka babak baru dalam sistem pendidikan Islam di Indonesia pada era kolonial, di mana ilmu keagamaan dan ilmu non-keagamaan diajarkan secara terintegrasi.
Salah satu masalah utama yang dihadapi madrasah sebagai satuan pendidikan ialah masih rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Laporan United Nations Development Program (UNDP) Tahun 2014 menyebutkan bahwa Indonesia, pada tahun 2013, memperoleh skor 0,684 dalam Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index, HDI). Skor HDI Indonesia lebih tinggi dibandingkan Filipina (0,660), Vietnam (0,638), Laos (0.569), dan Myanmar (0,524), namun lebih rendah dibandingkan Singapura (0,901), Malaysia (0,769), dan Thailand (0,722). Meskipun skor HDI menunjukkan peningkatan yang pesat dalam beberapa puluh tahun terakhir, kualitas SDM Indonesia masih berada pada level menengah pada tataran global, karena berada pada peringkat ke-108 dari 187 negara di dunia. Pendidikan, dalam konteks Indonesia, merupakan salah satu variabel yang besar pengaruhnya terhadap kualitas SDM. Jumlah penduduk yang sangat besar dengan pola distribusi yang tidak merata secara geografis mengakibatkan ketakmerataan akses masyarakat untuk mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas. Tantangan madrasah ialah bagaimana menyediakan layanan pendidikan dasar dan menengah yang berkualitas dan terjangkau oleh segala lapisan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam kerangka kebijakan pembangunan pendidikan nasional, kinerja madrasah terukur antara lain pada seberapa besar kontribusi madrasah dalam meningkatkan partisipasi pendidikan penduduk usia sekolah pada berbagai jenjang, yang diukur antara lain dalam bentuk Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). Sementara APK adalah persentase siswa satuan pendidikan terhadap jumlah penduduk usia sekolah pada suatu tingkatan, APM adalah persentase siswa satuan pendidikan pada usia sekolah tertentu terhadap jumlah penduduk usia sekolah pada suatu tingkatan.
Kinerja satuan pendidikan madrasah yang sangat baik dalam peningkatan akses dan penyediaan layanan pendidikan yang bermutu, relevan, dan berdaya saing dihasilkan dari kerjasama yang sinergis antara Direktorat Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama sebagai pihak pengambil kebijakan dan berbagai unsur pada tingkat satuan pendidikan yang menjadi pelaksana kebijakan tersebut. Dedikasi dan kerja keras kalangan pendidik dan tenaga kependidikan, mulai dari kepala madrasah, guru, pustakawan, petugas laboratorium, dan sebagainya memiliki kontribusi yang besar terhadap kemajuan madrasah, di samping kesungguhan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di madrasah.
Atas kesadaran itulah, maka Kementerian Agama secara reguler memberikan anugerah API bagi satuan pendidikan, SDM pendidik dan tenaga kependidikan, dan peserta didik madrasah yang dinilai telah menunjukkan kinerja luar biasa dalam mendorong kemajuan pendidikan madrasah. Penganugerahan Apresiasi Pendidikan Islam ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi seluruh unsur dalam civitas academica madrasah untuk terus bekerja keras dan memperkuat sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan dalam rangka peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan madrasah.
Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren yang Makin Berdaya Saing
Sebagai lembaga atau satuan pendidikan yang mengajarkan ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran agama, keberadaan pendidikan diniyah dan pesantren sangat penting bagi tercapainya tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional dalam membentuk warga negara yang cerdas dan mandiri, dengan dilandasai ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dapat dengan seksama diwujudkan. Lewat pendidikan diniyah dan pesantren para siswa/murid/santri dibekali pengetahuan agama serta dididik untuk mengamalkannya dalam kehariaan mereka untuk kemudian mengembangkannya dalam kehidupan masyarakat.
Lebih-lebih pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memiliki akar kuat dalam masyarakat Indonesia, telah banyak berperan penting bagi proses pembangunan nasional. Hal ini tidak terlepas dari model pendidikan yang dijalankan pesantren yang terus mengalami perkembangan. Sistem pendidikan pesantren tidak lagi hanya diorientasikan pada pendidikan agama saja, melainkan sudah merambah pada berbagai aspek. Pelbagai potensi yang dimiliki para santri saat ini mulai gencar digali dan dikembangkan sehingga punya kemampuan skill yang memadai. Santri juga mendapat tempaan kepemimpinan, kemandirian, kesederhanaan, ketekunan, kebersamaan, kesetaraan, kejujuran, dan integritas moral lainnya. Semua itu merupakan bentuk partisipasi pesantren dalam menyukseskan tujuan pembangunan nasional sekaligus berperan aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kinerja pendidikan diniyah dan pondok pesantren setidaknya dapat dilihat dari kuantitas pendidikan dan partisipasinya terhadap pendidikan nasional. Secara kuantitas, jumlah lembaga madrasah diniyah tahun 2012/2013 sebanyak 74.401 lembaga. Jumlah ini jauh meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 68.471 pada tahun 2011/2012. Dari jumlah itu, terdapat 73.536 lembaga yang menyelenggarakan jenjang Ula, 4.774 lembaga menyelenggarakan jenjang Wustha, dan 1.353 lembaga menyelenggarakan jenjang Ulya. Penyelenggaraan pendidikan pada tingkat Wustha dan Ulya memang lebih sedikit dibanding jenjang Ula karena kebanyakan terkendala waktu yang dimiliki peserta pendidik. Biasanya, peserta didik pada jenjang ula setara dengan SD/MI sehingga punya waktu cukup untuk mengikuti pendidikan, dibanding peserta didik Wustha dan Ulya yang setara dengan SMP/MTs dan SMA/MA.
Secara keseluruhan, jumlah santri madrasah diniyah sebanyak 4.452.059 orang, terdiri dari 2.132.008 laki-laki dan 2.320.051 perempuan. Jika dilihat dari jumlah pada masing-masing tingkatan, maka pada jenjang Ula sebanyak 4.143.604 santri (1.975.978 laki-laki dan 2.167.626 perempuan), jenjang Wustha 225.362 santri (114.484 laki-laki dan 110.878 perempuan), dan jenjang Ulya sebanyak 83.093 santri (41.546 laki-laki dan 41.547 perempuan). Dengan demikian, jumlah santri perempuan lebih banyak dibanding jumlah santri laki-laki. Jumlah ini juga lebih banyak dibanding tahun 2011/2012 sebanyak 4.329.141 orang.
Besarnya peran strategis madrasah diniyah dan pesantren dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan dan mencetak ahli ilmu agama perlu mendapat perhatian bersama. Keberadaannya harus terus didorong dalam rangka melahirkan generasi bangsa yang cerdas, mandiri, berwawasan luas, bertaqwa dan berahlaqul karimah. Melalui pendidikan keislaman di madrasah diniyah dan pesantren juga diharapkan tumbuh generasi yang berintegritas, punya pemahaman keagamaan mendalam, peduli pada nasib sesama, bersikap toleran, dan cinta tanah air. Benih-benih pemahaman keagamaan yang inklusif dan moderat sesuai karakter khas Islam Indonesia dapat terus dipupuk dan ditumbuhkembangkan.
Saat ini seiring dinamika perkembangan zaman, pondok pesantren dituntut untuk semakin mengembangkan perannya di tengah kehidupan masyarakat. Beberapa persoalan bangsa seperti maraknya korupsi, perilaku amoral yang merugikan kemanusiaan serta bertentangan dengan tatanan hukum, radikalisme dan ekstrimisme yang mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk persoalan kemiskinan perlu mendapat perhatian. Pada wilayah itu pesantren diharapkan tetap melestarikan tradisi pendidikan keagamaaan (tafaqquh fiddin) di satu sisi, dan berperan serta dalam mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat di sisi lain. Dua peran ini tak dapat dipisahkan satu sama lain sehingga perlu menjadi perhatian semua elemen yang berkepentingan.
Oleh karena itu, Kementerian Agama Republik Indonesia memberi apresiasi kepada elemen madrasah diniyah dan pesantren yang dinilai memiliki kontribusi terhadap dua aspek tersebut. Penghargaan diberikan setelah melalui proses seleksi oleh Tim Penilai dari Kementerian Agama dan lembaga penelitian independen. Tentu saja, penilaian itu dilakukan tidak dalam rangka membandingkan--secara komparatif dan kompetitif--antara elemen yang satu dengan elemen lainnya. Penghargaan itu lebih tepat dilihat sebagai sebuah upaya persuasif untuk membangun kesadaran bersama tentang posisi dan peran pendidikan madrasah diniyah dan pesantren sebagai salah satu aset pembangunan nasional.
Pendidikan Agama Islam yang Bermutu dan Berdaya Saing
Pendidikan Agama Islam di sekolah merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar tahun 1945 agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta meningkatkan akhlaq mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan Agama Islam pada Sekolah memiliki kontribusi positif yang cukup efektif bagi pembentukan watak dan karakter bangsa yang bermartabat sejalan dengan tujuan pendidikan nasional (UU No.20 Tentang Sistem pendidikan Nasional Sisdiknas Pasal 3) yang menyatakan bahwa "Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab".
Ditjen Pendidikan Islam melihat peran dan kontribusi yang sangat besar dari Pendidikan Agama Islam di Sekolah ini baik dari sisi tenaga pendidik maupun siswanya. Untuk itu, salah satu program penting Direktorat Pendidikan Agama Islam ialah kegiatan pendidikan agama Islam. Tujuan pemberian apresiasi ini, antara lain, untuk mendorong dan meningkatkan motivasi dan profesionalisme guru dan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya, serta memberikan apresiasi dan penghargaan kepada individu atau institusi. Penghargaan diberikan kepada mereka yang dianggap memiliki kompetensi, dedikasi, kontribusi dan prestasi dalam peningkatan mutu pendidikan agama Islam. Semua ini merupakan wujud perhatian Kementerian Agama RI kepada para individu dan institusi yang dinilai telah berkontribusi memajukan pendidikan Islam. Secara umum, penghargaan dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu lembaga/sekolah pengembang PAI, kategori guru PAI, dan kategori siswa berprestasi.
Kinerja PTKIN dalam Pembangunan Pendidikan
Berdasarkan Global Competitiveness Report 2014/2015 dapat diketahui bahwa kondisi pendidikan tinggi Indonesia secara umum belum memberikan kontribusi yang optimal dalam mendorong kemajuan daya saing Indonesia. Indikasi dari kondisi ini tercermin dalam Laporan Times Higher Education (THE) Survey yang tidak menempatkan satu pun perguruan tinggi Indonesia di jajaran 400 perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Kondisi ini bertolak belakang dengan sejumlah negara Asia yang justru menempatkan perguruan tinggi mereka dalam kelompok 50 terbaik di dunia, yaitu University of Tokyo (Jepang, peringkat ke-23), National University of Singapore, NUS (Singapura, peringkat ke-25), University of Hongkong (RRT, peringkat ke-43), University of Peking (RRT, peringkat ke-48), Tsing-Hua University (RRT, peringkat ke-49), dan Seoul National University (Korea Selatan, peringkat ke-50).
Kondisi umum perguruan tinggi Indonesia sedikit atau banyak menggambarkan pula bagaimana kondisi pendidikan Islam dalam konteks daya saing global. Terlebih, dibandingkan dengan institusi-institusi perguruan tinggi yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah terlebih dulu mapan, eksistensi PTAIN dan PTAIS dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi di Tanah Air lebih belia. Tak dapat dipungkiri bahwa kontribusi institusi-institusi perguruan tinggi di Indonesia, termasuk PTAI, masih terbatas pada perluasan dan pemerataan akses pendidikan tinggi dan, kecuali beberapa perguruan tinggi terkemuka nasional, belum optimal mendorong peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan. Kondisi ini tergambar misalnya pada minimnya hasil-hasil penelitian ilmuwan perguruan tinggi Indonesia yang dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional terkemuka, yang berdampak pada citation index yang sangat rendah. Kondisi ini berbanding lurus dengan rendahnya relevansi penelitian kalangan ilmuwan perguruan tinggi dengan kebutuhan pembangunan nasional.
Ditjen Pendidikan Islam memandang pentingnya upaya untuk merangsang minat dan gairah pendidikan Tinggi Keagamaan Islam dengan memberikan berbagai pernghargaan untuk beragam kategori dalam API tahun 2015.
Berbagai penghargaan yang diberikan diatas berada pada konteks besar upaya Pendidikan Islam untuk terus memacu budaya prestasi dari berbagi pihak yang berpekentingan terhadap pembangunan pendidikan Islam.
(Saiful Ma`arif, Pelaksana pada Ditjen Pendidikan Islam)
Bagikan: